Lihat ke Halaman Asli

Dr. Herie Purwanto

TERVERIFIKASI

PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Simalakama LHKPN bagi Koruptor

Diperbarui: 27 Januari 2023   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Hari Antikorupsi Sedunia. Kegiatan itu sebagai sarana penanaman semangat antikorupsi kepada anak-anak sejak dini. (Foto: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Setiap awal tahun, sebagaimana bulan Januari ini, para penyelenggara negara "disibukan" untuk mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

Bagi yang lulus-lurus saja dalam "perolehan hartanya, akan melenggang, mulus, tanpa beban mengisi capaian harta dalam setahun yang lewat. 

Namun, bila ada belak-beloknya sampai di luar "batas" kepantasan sesuai profil jabatannya, maka ia menjadi orang yang bingung dan was-was untuk melaporkan apa adanya.

Dikutip dari kpk.go.id, setiap tahunnya para pejabat wajib mengirimkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN. 

Masyarakat dapat memantau LHKPN tersebut, bahkan melaporkan jika ada harta kekayaan yang tidak benar atau kurang. Semua mekanisme ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan korupsi yang melibatkan peran serta masyarakat.

Kewajiban pelaporan harta kekayaan oleh penyelenggara negara diatur UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Dari transparansi dan kepatuhan dalam pelaporan harta kekayaan melalui LHKPN, penyelenggara Negara menunjukan itikad baiknya kepada publik, bahwa capaian harta kekayaannya bisa ditakar apakah sesuai dengan profil-nya atau ada yang disamarkan atau disembunyikan. 

Bila upaya penyamaran harta ini dilakukan, maka menjadi salah satu indikasi untuk melakukan pencucian uang. Penyelenggara Negara yang tidak benar dalam pelaporan di LHKPN, layak untuk dipertanyakan, mengapa harus menyembunyikan hartanya? Ada apa? Mengapa?

Pada konteks tersebut, perkara terkini, sebagaimana dilaporkan Tempo.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah memblokir rekening pribadi Gubernur Papua Lukas Enembe senilai Rp 76,2 miliar beberapa waktu lalu. 

Lukas ternyata tak melaporkan seluruh harta kekayaannya ke KPK. Selain memblokir rekening, KPK juga menyatakan telah menyita sejumlah aset Lukas lainnya seperti mobil mewah dan emas batangan yang nilainya mencapai Rp 4,5 miliar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline