Best Practice Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang
(Implementasi Learning Organization Proyek Perubahan)
Proyek Perubahan saya, saat ini dalam tahap Implementasi, sebulan sebelum di Seminar-kan di Pusat Pendidikan Administrasi Kementerian Agama RI dalam Rangka berakhir masa Laboratorium Kepemimpinan Diklat Pim II Angkatan XXII Tahun 2022 dengan judul Strategi Penguatan Pemberantasan Korupsi Melalui Pemistor (Pemiskinan Koruptor) Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
Salah satu variable dari keberhasilan strategi tersebut adalah dengan penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai tool, atau alat. Karena dengan pengenaan TPPU sebagai penyertaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka (koruptor), penyitaan terhadap asset-asset yang diduga hasil korupsi dilakukan. Asset tersebut sudah melalui tahapan penempatan (placement), pelapisan (layering) dan integrasi.
Pada Implementasi Proyek Perubahan saya, studi kasus sebagai pembanding data bahwa penanganan TPPU efektif sebagai salah satu cara Pemiskinan Koruptor, menggunakan data salah satu kasus yang ditangani KPK, yaitu dengan tersangka seorang Direktur di Ditjen Pajak, yang sudah divonis untuk perkara korupsi dan TPPU-nya.
Asset yang ia laporkan di LKHPN sebagai penyelenggara negara tahun 2020 tercatat sekitar 18 Milyar, namun ia memiliki asset sekitar 57 Milyar dalam bentuk tanah dan bangunan yang tersebar diberbagai kota dengan 81 Sertifikat Hak Milik (SHM). Atas dasar inilah, harta yang tidak bisa dibuktikan asal usul kepemilikannya inilah disita oleh Negara.
Sekilas mudah runtutan penanganannya, namun tidak semudah membalik telapak tangan. Karena tersangka menyembunyikan harta tidak bergeraknya tersebut dengan mengatas nama-kan orang lain. Beberapa pihak digandeng sinergitasnya termasuka kemampuan dalam mengelola Informasi.
Sebagai bentuk implementasi dari Learning Organization, best practice dari keberhasilan penanganan perkara tersebut, berdasar cluster responden pada intinya sebagai berikut :
Pertama, Penyidik berhasil dalam mengidentifikasi Gatekeeper, dengan sumber primer data dari pihak yang menjadi atas nama atas hak tanah dan bangunan. Para Gatekeeper ini bisa memberikan keterangan detail dan lengkap, menjadi pintu masuk terbukanya aset yang disembunyikan tadi.
Kedua, Penyidik bersinergi dengan Kementerian ATR/BPN, lebih khusus di Kantor Pertanahan yang ada diwilayah sebagai locus aset berada. Proses permintaan data dan pemblokiran mendapat respon yang sangat baik dan sangat akseleratif.