Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan yang Kebablasan

Diperbarui: 29 Januari 2016   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih hangat rasanya jika kita kembali kepada beberapa kajian yang menyarankan agar sinetron-sinetron yang dirasa mengganggu siswa kaitannya dengan waktu penayangan yang akhirnya menyita jam belajar siswa, maupun isi cerita yang kebanyakan lebih mengedepankan sisi-sisi hedonis daripada mengarahkan pola pikir pemirsa utamanya siswa untuk termotivasi dalam meningkatkan prestasi akademis. Bagaimana tidak menyesakkan ketika kita melihat kenyataan di lapangan, para siswa terimitasi oleh tingkah polah para artis, lalu kita saksikan “anak-anak jalanan” dalam dunia nyata kebut-kebutan di sepanjang jalan ditambah dengan aksi-aksi ekstrimnya.

Tidak kalah bahayanya, akhir–akhir ini kita dijamu dengan mencuatknya kembali berita yang telah beberapa lama “meredam”, LGBT, yang dikabarkan telah merambah ke pelosok-pelosok negeri dan menyasar anak-anak dibawah umur.

Satu kata saja, Miris. Melihat bumi pertiwi dengan segala keelokan, keindahan dan keramahannya dikotori dengan budaya-sampah semacam ini. Ya, saya menyebutnya budaya karena ini memang tidak selaras dengan adab, norma, dan budaya ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dengan menempatkan posisi masing-masing gender pada tempat sesuai kodratnya.

Namun daripada itu tentu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara yang beradab dan menjunjung tinggi norma, insan beragama yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai sila pertama Pancasila, maupun sebagai sosialita yang menjunjung tinggi hak-hak sesama manusia, untuk membentengi jati diri bangsa, kemuliaan agama, maupun jiwa raga sebagai amanah Sang Pencipta dari tindakan-tindakan abnormal semacam itu.

 

Makhluk Sosial Itu Bersusila, BUKAN asusila

Cukup ringkas saja kiranya untuk menjelaskan bagaimana kita harus memandang kebebasan sosial tanpa pernah menghilangkan hak manusia lainnya maupun menghina diri sendiri dengan salah satu kutipan yang disampaikan oleh Bapak Menristek kita bahwa "LGBT ini tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia. Saya melarang. Indonesia ini tata nilainya menjaga kesusilaan," kata Nasir saat dihubungi detikcom lewat telepon, Minggu (24/1/2015) pagi. Begitu kalimat beliau sesuai yang tertera pada laman detik[dot]com.

Saya sengaja mengambil pendapat dari seorang Menristek agar tidak terjadi pengkhususan terkait pandangan mayoritas agama tertentu jika yang saya kutip adalah arahan dari Menag atau fatwa MUI. Bukan juga Mendikbud yang lebih melihat dari sisi pendidikan yang mengacu pada harus ditingkatkannya kepedulian dan perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan, psikologi, maupun lingkungan tempat belajar putra-putrinya. Maupun pendapat-pendapat senada yang pada dasarnya ingin menyadarkan kepada semua pihak agar mewaspadai atau mencegah tindakan menyimpang itu.

Pendapat tersebut kiranya bisa mengakomodir pandangan beberapa pihak yang memunculkan berbagai argumentasi terkait permasalahan ini. Pro dan kontra dengan berbagai alasan pemikiran yang melatarbelakanginya. Karena entah diakui atau tidak toh tidak sedikit pula ternyata anak bangsa yang mengaku dengan intelejensi tingginya menganut azas kebebasan mutlak yang menjadikan otaknya sebagai pusat, menunggangi post-modernisasi lalu melegalkan kebebasan tanpa batas, bahkan sampai berani mengatasnamakan hak asasi manusia yang sejatinya itu adalah keputusan menentang HAM itu sendiri dengan mengatakan “Menjadi homo atau enggak itu pilihan gue, loe gak usah ikut campur.”

Bagaimana tidak melanggar HAM, Indonesia ini adalah Negara hukum yang berlandaskan Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri diawali oleh Ketuhanan yang Maha Esa, dan ajaran-ajaran Tuhan itu termaktub dalam kitab-kitabnya yang dari sekian banyak kitab-Nya itu tidak ada satu ayatpun yang membolehkan seseorang menjadi Lesby, Gay, Bisexual, dan Transgender. Jangankan membolehkan, yang ada malah melaknat itu semua.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline