Lihat ke Halaman Asli

Heri Setiyawan

alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ketika Hijab Bermakna Bando

Diperbarui: 19 Oktober 2015   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jogjakarta 19 Oktober 2015

Detik-detik berkejaran digiring menit dan jam menarik mentari dan bulan secara bergantian. Hidup di jaman sekarang bukan lagi hidup dijaman kerajaan Andalusia ataupun kerajaan Mataram. Ideologi-ideologi, isme –isme dan pemahaman –pemahaman berkembang berterbangan dan memiliki visi dan misinya tersendiri dalam membentuk sebuah kebudayaan dan tata kehidupan di dunianya masing masing, atau bahkan mewabah untuk menjadikan dunia dalam satu pemahaman. Entah benar atau pun sesat pemahaman itu.

Benar dan salah pun tak lagi dapat diukur meski dengan barometer kemanusiaan. Karna setiap isme ataupun ideologi punya timbanganya sendiri. Zaman bukan lagi era Modernisasi. Namun telah mencapai Post-Modernisasi. Kita bisa lihat sebuah Hyperealistis dalam realita kehidupan dimana salah benar tak lagi nampak dan dimana fakta dan fiksi hanya sebuah cerita dongeng belaka.

Pemuda, pun pemudi kini terterjang ombak-ombak pemikiran yang tragis menyapu mereka dari garis pantai kedamainan, tenggelam menuju dasar karang yang penuh dengan kegelapan dan tokoh-tokoh yang ganas mengerikan.
hiu-hiu lautan itu ialah para fans mereka yang kerap kali ditayangkan dilautan tumpah ruahnya, Media.

Memang ibarat suatu “Lautan ataupun Samudera” dimana amat luas cakupanya dan dapat mempertemukan air manapun sekalipun datang dari hilir sungai yang teramat jauh sekalipun. Bila aliranya sampai ke laut, pastilah akhirnya bertemu juga dengan air lainya. Tak ubahnya air pipis pun, tak ada yang tau dan merasakan kalau ternyata itu kotoran, setelahnya sampai kelautan.

Media yang ada menyatukan ratusan bahkan ribuan kebudayaan dan agen kebudayanya juga nitizen tentunya. Isme-isme yang mencoba mendominasi akan berkembang sangat cepat dimedia, dimana tempat semua orang dapat melihat segalanya hanya dengan diam dikamar dan memandangi sebuah layar. Culture Shock, kegoncangan budaya terjadi dan nilai –nilai ajaran agama Islam terkikis habis nantinya secara perlahan dengan euforia dan kesenangan yang memang menyenangkan bila tidak menyadari dalam senang telah menciptakan duka yang mendalam.

Kita tarik sebuah contoh kasus, hari ini kita masih dapat melihat “Fenomena Jilboob” saya kira bukan orang yang belum diberitahu bahwa hal demikian salah menurut pandangan islam dalam hal penafsiran Ijma’ para ulama’. Setidaknya pada ketiga ayat berikut;

Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)

Allah Subhannahu wa Ta’ala,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. (QS.Al-Ahzab : 33)

Melihat dari ayat diatas, tentu kita perlu memperhatikan kembali apakah yang disuguhkan media saat ini, baik berupa ftv,sinetron dan hiburan lainya memberikan sebuah suguhan yang menentang ayat tersebut diatas?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline