Lihat ke Halaman Asli

Takdir dan Musibah

Diperbarui: 25 September 2015   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebagai muslim Saya meyakini adanya takdir, ada Qodho’ dan Qodhar yang harus Saya imani. Ada kalanya manusia hanya berserah menerimanya, ada kalanya manusia boleh mengusahakan, tetapi hasil akhirnya adalah tawakkal atau berpasrah diri.

Dalam kasus tragedi mina 2015 dalam pandangan Saya ada 2 wilayah takdir seperti diatas, manusianya sudah mengusahakan (hemat Saya ketidaksiapan panitia haji karena tidak pernah open management dengan Negara Negara muslim lainya) tetapi Allah berkehendak lain.

Yang Saya tidak habis pikir adalah event haji merupakan rutinitas tahunan dengan jumlah yang bisa di atur karena arab Saudi telah mengaturnya melalui kuota haji. Sehingga bisa di manage dengan baik. Tetapi kejadian berulang dan di tempat yang sama. Tak pernah dalam ingatan kita ada yang bertanggung jawab dalam kasus ini, yang ada adalah santunan dan fasilitas lainya karena semua kejadian dianggap MUSIBAH.

Mari tengok perumpamaan Saya dengan mengangkat teori probabilitas/kemungkinan terhadap suatu hal. Misal, kalau ada perlintasan kereta api yang tidak ditutup saat kereta akan lewat karena penjaganya lupa atau lalai maka probabilitasnya adalah siapapun yang lewat akan tertabrak kereta api, probabilitas selanjutnya adalah ada yang terluka atau meninggal. Adalah Hak Mutlak dari Allah SWT untuk menentukan apakah probabilitas ini di iyakan atau di batalkan. Jika diiyakan maka terjadilah probabilitas itu.

Kalau kita berpasrah diri karena menganggap ini takdir atau sebuah MUSIBAH maka selesai urusanya, tak perlu menuntut pihak yang bertanggung jawab, lebih lagi tak perlu memasang plang perlintasan kereta karena toh kalau kecelakaan khan semuanya MUSIBAH.

Beda lagi di tanah suci, semua muslim tahu bahwa di sana adalah tempat meninggal terbaik. Kalau ada tragedi di sana karena manusianya lalai dalam mengatur maka tak sepatutnya ada umat atau pihak yang menanyakan atau menuntutnya di pengadilan ujung-ujungnya sudah TAKDIR & MUSIBAH . Bahkan jika perlu kasih PENGHARGAAN setinggi-tingginya kepada penyebab kematian, dalam hal ini pemilik crane, panitia haji dsb. Karena kelalaian mereka korban jadi meninggal di tanah suci.

Mungkin juga hal ini setara dengan kasus saudara kita yang meninggal dunia karena bom atau di rampok orang pada saat dia beribadah mencari nafkah, tak perlu diusut dan diadili pelakunya, mungkin juga sama dengan sikap kita yang permisif enggan bertanya tentang layanan dan biaya haji kita karena kurang elok dan ujung-ujungnya berpasrahlah karena sudah takdir dan sesuai amal dan perbuatan kita??? betulkah seperti itu??atau Saya yang terlalu bodoh dan kritis memahami semuanya??

Astagfirullah hal adzim,semoga Allah mengampuni Saya.

 

Heri Cahyono




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline