Pemerintah berencana memberlakukan pengampunan pajak atau tax amnesty pada tahun 2016 untuk aset milik WNI yang ada di luar negeri. Hal ini terungkap dalam rapat kerja Mardiasmo, sebagai Plt. Dirjen Pajak dengan komisi XI DPR pada tanggal 27 Januari 2015. Presiden Jokowi juga telah merestui dilaksanakannya Tax Amnesty ( liputan6/9 Juli 2015).
Wacana memberlakukan pengampunan pajak sebenarnya telah beberapakali didengungkan dalam beberapa tahun lalu. Pada pemilu 2009, wacana pengampunan pajak disuarakan oleh kubu pasangan Capres Megawati-Prabowo dan kubu pasangan capres Kalla-Wiranto. Wacana serupa juga pernah disuarakan di tahun 2004 oleh Menko Ekuin saat itu Abu Rizal Bakrie. Bahkan dia memperkirakan jika pengampunan pajak akan mampu membawa kembali dana milik WNI yang tersimpan di luar negeri sebesar US$ 50 s.d. 60 milyar. Selama ini dana tersebut disimpan di Singapura dan Australia.
Namun wacana tersebut hingga kini belum terealisi. Yang teralisasi hanya pengampunan pajak dalam lingkup terbatas yaitu dengan diberlakukankan sunset policy pada tahun 2008. Suatu progam pemerintah yang memberikan penghapusan sanksi administrasi kepada pereorangan yangan dengan sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan untuk wajib pajak, mereka dengan sukarela membetulkan laporan pajak penghasilannya yang tidak benar. Progam ini walau dinilai sukses karena memberikan pemasukan memberikan tambahan penerimaan negara hingga Rp, 6,9 trilyun dan penambahan wajib pajak hingga 2 juta, namun belum berhasil menaikkan rasio pajak secara signifikan. Tercatat rasio pajak pada tahun 2009, baru mencapai 13,6%, jauh dibawah rasio pajak rata-rata negara ASEAN yang mencapai 17% s.d. 20%. Tak hanya itu penerimaan pajak dari 2009 hingga 2014 juga tak pernah tercapai.
Sunset Policy belakangan juga dinodai dengan terkuaknya skandal mafia pajak Gayus Tambunan. Dalam persidangan, Gayus mengaku mendapatkan imbalan dari wajib pajak, diantaranya untuk jasa membuat laporan pajak anak perusahaan Group Bakrie dalam rangka progam sunset policy.
Lalu apakah kini progam pengampunan pajak layak untuk diberlakukan ? Tax amnesty atau pengampunan pajak menurut kamus Babylon adalah sebuah kesempatan yang diberikan kepada pembayar pajak untuk memperbaiki kesalahan atau kelalaian dalam tahun pajak terakhir. Pengampunan pajak dapat dibagi menjadi empat macam. Pertama, hanya menghilangkan sanksi pidana perpajakan semata. Jadi pokok pajak, bunga atau denda harus dibayar. Kedua, hanya menghilangkan sanksi pidana dan denda perpajakan. Wajib pajak harus membayar pokok pajak dan bunga. Ketiga, hanya mewajibkan membayar membayar pokok pajak saja. Dan yang keempat tak hanya menghapus sanksi pidana, denda dan bunga, tapi juga memberi kelonggaran dalam membayar pokok pajak atau penurunan tarif pajak.
Tujuan utama pengampunan pajak adalah untuk meningkatkan basis perpajakan. Caranya adalah mengenakan pajak terhadap aset-aset yang tersimpan di luar negeri dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang belum dikenakan pajak. Misalnya aset properti dan simpanan dana di bank yang ada di negara-negara surga pajak. Jika aset tersebut dilaporkan ke kantor pajak maka di tahun-tahun mendatang penghasilan dari aset tersebut seperti bunga dan hasil sewa properti dapat dikenakan pajak. Untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang belum dikenakan pajak dan belum tercatat dalam adminstrasi pemerintahan atau yang biasa yang disebut ekonomi bawah tanah memang menjadi permasalahan di banyak negara khususnya negara berkembang. Nilai kegiatan ekonomi bawah tanah untuk negara maju berkisar 14-16% dari Produk Domestik Bruto ( PDB ). Sedangkan di negara berkembang mencapai 35-44% dari PDB. Secara nyata di Indonesia dapat dilihat dengan adanya pabrikan yang beroperasi tertutup di wilayah perumahan atau kampung kumuh. Dengan progam pengampunan pajak diharapkan, para pelaku ekonomi bawah tanah bersedia melaporkan usahanya ke kantor pajak sehingga di tahun-tahun mendatang dapat dikenakan pajak.
Indonesia sendiri pernah dua kali melaksanakan pengampunan pajak, yaitu di tahun 1965 dan tahun 1984 dengan menerapkan jenis pengampunan pajak yang keempat. Pengampunan pajak kala itu tidak berhasil menaikkan rasio pajak. Buruknya administrasi kependudukan dan perpajakan serta mental korup aparat pajak menjadi penyebab utamanya.
Kondisi saat ini cukup berbeda. Sistem kependudukan kita telah menerapkan e-KTP. Sistem informasi perpajakan kita telah baik dengan selesainya Project for Indonesia Tax Administration Reform ( PINTAR ) yang merupakan proyek teknologi informasi canggih. Tingkat korupsi aparat pajak kita juga sudah menurun dratis sejak diberlakukannya reformasi birokrasi di tahun 2007.
Lalu apakah ini artinya jika pengampunan pajak dijalankan akan pasti berhasil. Sulit untuk memprediksinya sebab, pengampunan pajak perlu didukung dengan banyak hal. Diantaranya, sosialisasi yang meluas dan insentif, agar para pelaku ekonomi sadar jika mereka tak memanfaatkan progam ini, maka mereka dapat dikenakan sanksi pidana dan denda yang berat atas penggelapan pajak yang mereka lakukan. Ini artinya perangkat penegakan hukum di bidang perpajakan harus segera disiapkan dengan baik dan profesional. Pemerintah harus meyakinkan kepada pelaku ekonomi bahwa setelah progam pengampunan pajak berakhir maka dalam waktu dekat tidak akan ada lagi progam serupa, sehingga masyarakat tak berpikir ulang untuk menunda melaporkan pajaknya dengan benar.
Ini sangat sulit, sebab berkaca pada kebijakan sebelumnya saat kepemimpinan SBY-Boediono, dimana Darmin Nasution ( kini Menko Ekuin ) menjabat sebagai Dirjen Pajak sudah me mberlakukan tax amnesty terbatas yang disebut kebijakan sunset policy ( tarif pajak tetap hanya bebas sanksi ). Sekarang jika Tim Ekonomi yang dipimpin Darmin Nasution memberlakukan tax amnesty dengan tarif pajak yang lebih rendah maka bukan tidak mungkin ada pihak yang berpikiran tax amnesty akan ada lagi di kemudian hari dengan tarif yang jauh lebih rendah lagi. Jadi untuk apa ikut progam ini.
Pengampunan pajak sendiri memiliki dua kelemahan yaitu dapat dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk memutihkan uang haramnya dengan hanya membayar pajak. Contohnya harta milik para koruptor dan hasil pembalakan liar. Oleh karena ini aparat hukum dan aparat pajak harus waspada dan bekerja sama. Kedua, pengampunan pajak mencederai para pembayar pajak yang selama ini patuh. Mereka umumnya para karyawan yang pajaknya dipotong oleh perusahaan. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa menjelaskan apa kegunaan pengampunan pajak ini bagi masyarakat luas.
Penutup
Dalam dunia perpajakan, pengampunan pajak diistilahkan sebagai “ tiada dusta diantara kita “. Artinya wajib pajak pun jujur, demikian pula aparat pajak. Progam ini wajib didukung oleh semua pihak karena dapat membawa negeri ini menjadi lebih baik sebagaimana Afrika Selatan dan Italia yang telah sukses melaksanakan pengampunan pajak, Namun persiapan matang perlu di lakukan, agar kegagalan pengampunan pajak dimasa lalu tidak terulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H