Seiring dengan perkembangan teknologi, pola hidup masyarakat banyak yang mengalami perubahan. Gaya hidup masyarakat banyak mengalami perubahan. Dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, kita bisa mendapatkan apa saja yang diinginkan. Informasi apa saja bisa kita akses, hanya dengan menggunakan laptop atau smartphone. Dengan kemudahan itulah, teknologi semestinya bisa digunakan untuk tujuan yang lebih baik. Namun, kecanggihan teknologi tersebut ternyata ada juga yang disalahgunakan, untuk tujuan yang tidak baik. Salah satunya adalah penyebaran bibit radikalisme dan terorisme di dunia maya.
Jika kita flashback, penggunaan teknologi oleh kelompok radikal atau jaringan teroris global, sudah terjadi ketika ISIS berkuasa. Mereka seringkali menggunakan media sosial, untuk menyebarkan teror yang telah mereka lakukan. Hampir setiap hari ada manusia yang dipenggal, lalu disebarluaskan melalui media sosial. Tayangan yang mengerikan tersebut, tentu bagian dari teror yang direncanakan. Alhasil, semua pihak berlomba-lomba untuk menghapus dan mencegah tayangan dari ISIS tersebut.
Sebelum Iraq dan Suriah diambil alih, pimpinan ISIS kemudian memberikan perintah ke para pengikutnya, untuk menguasa media sosial. Sejak saat itulah propaganda radikalisme di media sosial mengalami peningkatan. Provokasi kebencian mengalami peningkatan. Dan informasi menyesatkan semakin tidak terbendung. Dan teknologi yang awalnya bertujuan positif, berubah menjadi brutal karena disalahgunakan ntuk tujuan yang negatif.
Kini, pola penyebaran bibit radikalisme terus berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Pendekatan yang dilakukan mulai melakukan cara-cara yang instan. Begitu juga dengan yang dilakukan jaringan teroris, yang melakukan baiat secara online. Alhasil, pergerakan kelompok teror ini semakin sulit terdeteksi. Berkali-kali postingan mereka dihapus oleh pihak berwajib, berkali-kali pula mereka memposting ulang. Sementara masyarakat yang tidak paham, berpotensi menyerap propaganda yang mereka sebar secara random di media sosial.
Waktu berjalan, pemerintah terus melakukan penangkapan kelompok teroris yang ada di Indonesia. Bahkan, beberapa waktu lalu kelompok Jamaah Islamiyah (JI) memutuskan membubarkan diri dan bergabung ke dalam NKRI. Sementara di luar sana, jaringan ISIS yang sudah tercerai berai mulai mengumpulkan kekuatan dengan memanfaatkan teknologi AI. Mereka menggunakan deepfake dan chatbot, untuk memproduksi konten-konten radikal.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau AI untuk tujuan oerang, nyatanya mulai mengalami peningkatan. Amerika sudah menggunakan teknologi ini, ketika perang di Afganistan dan Irak. Banyak pesawat tanpa awak, hingga robot penjinak bom yang dikendalikan dari jarak jauh. Teknologi ini juga banyak diadopsi negara-negara lain. Dan kini, jangan teroris global juga mulai melirik kecerdasan buatan. Tujuannya untuk apa? Tentu saja untuk mewujudkan kepentingan mereka, mendirikan negara yang berbasis khilafah.
Mari terus membekali diri dengan berbagai macam informasi dan ilmu pengatahuan, agar kita bisa terbebas dari segala bentuk provokasi dan propaganda radikalisme. Mari gunakan teknologi secara arif dan bijaksana, agar teknologi tidak berubah menjadi mesin penghancur. Mari gunakan teknologi untuk tujuan yang lebih positif, agar bisa memberikan dampak positif yang lebih baik. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H