Lihat ke Halaman Asli

Herry Gunawan

seorang pemuda yang peduli

Netizen Cerdas Kedepankan Literasi di Era Digital

Diperbarui: 8 Februari 2020   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bijak Bermedia Sosial - kompasiana/ahmadricky90

Ketika berbicara kata literasi, kita tidak bisa dilepaskan dari aktifitas membaca. Melalui membaca, kita bisa mengetahui informasi apa saja. Di era digital seperti sekarang ini, aktifitas membaca mungkin mulai berkurang. Apalagi perkembangan gadget dengan berbagai macam kecanggihannya, semakin menurunkan budaya baca masyarakat.

Jika kita ke perpusatakaan misalnya, kita akan selalu mendapati suasana yang tenang. Ketenangan ini mungkin diperlukan, tapi disisi lain juga membuktikan bahwa masyarakat masih enggan ke perpustakan. Dalam kata lain, masyarakat kita masih enggan membaca buku.

Melihat fakta diatas kita dapat tahu bahwa begitu kurang budaya literasi pada masyarakat Indonesia. Dan bukan hal yang mengherankan jika kita sering mendapati sebuah situasi yang hening di perpustakaan umum, bukan karena dilarang berbicara kencang di dalam perpustakan, namun kerena kurangnya minat membaca di kalangan masyarakat Indonesia.  

Ketika gadget bermunculan, budaya baca tidak juga bertambah, justru semakin mengalami penurunan. Sebagian masyarakat menyalahkan kemajuan teknologi yang membuat budaya baca menurun.

Gadget sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Jika gadget bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang positif, maka hasilnya pun akan positif. Gadget juga bisa digunakan untuk meningkatkan literasi masyarakat, jika peruntukannya untuk literasi. 

Namun, yang terjadi selama ini justru sebaliknya. Sebagian masyarakat seringkali menggunakan gadget untuk menyebarkan informasi bohong, pesan kebencian, provokasi hingga ajakan untuk melakukan persekusi.

Sebagian masyarakat lebih mudah percaya informasi yang berkembang, tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu. Informasi yang masuk ke group whatsapp, ke nomor pribadi, atau ke jejaring media sosial yang lain, langsung dipercaya sebagai sebuah informasi yang valid dan benar. 

Padahal, informasi tersebut belum tentu kebenarannya dan sengaja dimunculkan karena untuk membuat kegaduhan di dunia maya dan dunia nyata. Faktanya, di era digital ini banyak sekali pesan bermuatan kebencian bermunculan di media sosial. Ujaran kebencian terus bermunculan untuk kepentingan apapun.

Jadilah netizen yang cerdas, agar tak mudah terprovokasi informasi yang mesatkan. Karena, saat ini banyak masyarakat terbiasa sharing tanpa saring. Informasi yang masuk dianggap sebagai sebuah kebenaran dan langsung disebarluaskan ke masyarakat. Akibatnya, informasi yang mesatkan tersebut semakin membuat sesat masyarakat luas. 

Dan sadar atau tidak, ketika masyarakat dibawah mulai gaduh akibat informasi hoaks tersebut, kelompok intoleran dan radikal mulai bermunculan memanfaatkan kegaduhan tersebut untuk menebar kebencian kepada pemerinta atau kelompok tertentu. Tidak hanya itu, kelompok intoleran tersebut juga seringkali menyebarkan propaganda radikalisme.

Jika kita jeli, jika kita cerdas, maka kita tidak akan mudah terprovokasi. Jika kita mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal, semestinya kita saling menyatukan, bukan menceraiberaikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline