Lihat ke Halaman Asli

Herry Gunawan

seorang pemuda yang peduli

Perlu Penyebaran Bibit Perdamaian Pesantren di Dunia Maya

Diperbarui: 3 Oktober 2019   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesantren - Foto: Tirto.id/Arimacs Wilander.

Pesantren merupakan salah satu lembaga yang khas di Indonesia. Kebutuhan untuk memperdalam ilmu agama ketika itu, memunculkan pesantren-pesantren baru di Indonesia. Mulai dari yang tradisional hingga yang modern. 

Dari yang harus bertemu secara fisik hingga yang hanya bertemu di dunia maya. Dari pesantren kilat hingga pesantren yang butuh waktu bertahun-tahun. Apapun bentuknya, pesantren pada dasarnya bertujuan untuk membangun karakter generasi penerus, agar menjadi generasi yang mengerti dan paham ajaran agama berdasarkan konteksnya, menjadi generasi yang toleran, tapi juga tetap nasional yang mempunyai paham kebangsaan.

Dalam sejarah Indonesia, pesantren juga terlibat aktif dalam merebut kemerdekaan. Ketika Inggris ingin menyerang Surabaya, para santri-santri di Jawa Timur sepakat untuk turun ke jalan. Bukan untuk menggelar unjuk rasa. 

Tapi melakukan jihad berperang melawan Inggris, agar kemerdekaan di Indonesia bisa dirasakan oleh generasi berikutnya. Dan terbukti, kemerdekaan masih bisa kita rasakan hingga saat ini. Tidak cukup sampai disitu, pesantren juga masih aktif membentuk karakter anak-anak Indonesia hingga saat ini.

Dalam perkembangannya, zaman telah berubah. Dulu ketika ingin mendengarkan ceramah, harus datang ke masjid, forum pengajian, atau tempat publik yang digunakan untuk ceramah. 

Sekarang, ketika ingin mendengarkan ceramah ustadz, kyai atau tokoh agama yang lain, cukup melalui telepon genggam. Tinggal klik, semuanya bisa diakses kapan saja dan dimana saja. 

Persoalannya, banyak juga kelompok radikal yang menyebarkan propaganda radikalisme nya melalui dunia maya. Mereka melakukan ceramah, mereka menyebarkan meme, mengunggah postingan, status dan segala macamnya di sosial media. Jika kita tidak jeli, akan mudah terbujuk oleh propaganda radikalisme tersebut.

Ketika sebagian masyarakat latah menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya, berpotensi bisa memicu terjadinya multi tafsir. Kelompok radikal seringkali menggunakan ayat suci, untuk mendapatkan simpati pubik. 

Pada titik inilah, perlunya pembanding. Perlu informasi yang benar. Ketika sebagian masyarakat tingkat literasinya masih rendah, maka kiai, santri, ulama, tokoh agama, atau pesantren, juga harus aktif bersama menyebarkan pesan perdamaian yang selama ini diajarkan di dalam pesantren.

Era telah berubah. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, harus diimbangi dengan perubahan perilaku di era milenial ini. Salah satunya adalah dengan menguatkan literasi di era digital. 

Pesantren juga mulai harus merambah era digital. Ceramah-ceramah di dalam pesantren, harus dikeluarkan agar masyarakat juga semakin melek tentang pemahaman keagamaan dan kearifan lokal, yang selama ini diajarkan di dalam pesantren.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline