Lihat ke Halaman Asli

Herry Gunawan

seorang pemuda yang peduli

Menguatkan Toleransi, Menangkal Radikalisme Sejak Dini

Diperbarui: 27 Juli 2019   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi Sejak Dini - DosenSosiologi.com

Tak dipungkiri, perkembangan teknologi tidak hanya menyebabkan dampak positif, tapi juga memberikan dampak negative. Perkembangan teknologi telah membuat sebagian orang mudah menyebarkan informasi, tanpa melakukan saring dulu. 

Sharing sebelum saring, menjadi salah satu kebiasaan buruk di era milenial ini, yang harus segera kita tinggalkan. Menyebar informasi tanpa memastikan dulu kebenaran informasi tersebut, merupakan kebiasaan yang akan memberikan dampak negative bagi masyarakat.

Perilaku menyebarkan informasi bohong, akan berdampak pada amarah seagian orang karena dianggap informasi yang menyesatkan. Ketika mamarah bisa disulut, dititik itulah nilai intoleransi ini dikhawatirkan bisa menyebar ke kalangan anak muda. 

Perilaku intoleran akan melekat pada masing-masing orang. Ketika nilai intoleransi sudah masuk, segala ucapan dan perilaku yang keluar pun akan berpotensi menjadi intoleran. Dan ketika intoleransi terus dibiarkan dan mengakar pada pribadi setiap orang, pada titik itulah, radikalsme akan menguat.

Dengan terus menguatkan toleransi pada anak-anak, keluarga dan lingkungan sekitar, diharapkan paham radikal yang terus menyebar melalui media sosial, bisa kita bending. 

Menguatkan toleransi, menanamkan rasa saling menghargai dan tolong menolong, akan bisa menjadi benteng pelindung dari masuknya ajaran radikalisme. Seiring kemajuan zaman, radikalisme telah bisa menyebar dan menyusup kemana saja dan kepada siapa saja.

Tanpa sadar, penyebaran ujaran kebencian yang marak di media sosial ini, bisa berpotensi menjadi bibit radikal jika terus mendapatkan provokasi ataupun informasi yang menyesatkan. 

Dengan terus mengenalkan nilai-nilai kearifan lokal, diharapkan akan  bisa membuat anak dan remaja bisa menjadi ramah bukan pemarah, bisa saling menghargai bukan persekusi. Karena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. 

Banyak anak muda begitu mudah marah hanya untuk urusan yang kadang tidak masuk akal. Banyak yang memutuskan tali silatirahmi, hanya karena perbedaan pendapat.

Semuanya itu merupakan fakta yang terjadi di era milenial ini. Amarah yang membabi buta itu merupakan bibit dari intoleransi. Ketika bibit intoleransi sudah masuk, maka tidak ada lagi rasa saling menghormati keragaman. Tidak ada lagi yang namanya budaya saling tolong menolong antar sesama. Semuanya berubah menjadi perasaan paling benar sendiri. 

Kelompok yang berbeda dianggap sesat, dan lain sebagainya. Akibatnya, persekusi masih saja terjadi disebagian tempat. Ujaran kebencian masih saja muncul di dunia maya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline