Masih ingat kasus hoax yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet? Kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Tanpa membekali diri dengan informasi yang valid, tanpa melakukan cek ricek setiap informasi, akan mudah termakan oleh informasi hoax. Bahkan sekelas politisi pun, bisa menjadi korban hoax. Dan kasus Ratna ini buktinya.
Memasuki masa debat publik pasangan calon presiden dan wakil presiden ini, konstelasi politik mulai memanas. Usai debat perdana dimulai, perdebatan nyatanya terus berlanjut. Hanya saja kali yang berdebat tidak lagi pasangan calon, namun giliran elit politik pendukung pasangan calon. Tidak hanya itu juga, masyarakat yang sudah menentukan pilihan politik, juga ikut meramaikan perdebatan.
Apakah hal ini tidak baik? Tentu tidak. Perdebatan politik bisa mendewasakan sistem demokrasi suatu bangsa. Perdebatan juga merupakan suatu bentuk pertarungan di tingkat ide dan gagasan, untuk kemudian didiskusikan di tengah masyarakat. Perdebatan tentu sangat diperlukan, sepanjang perdebatan dilakukan secara santun dan dilengkapi dengan data.
Debat perdana memang menuai pendapat yang beragam. Masing-masing kubu merasa memenangkan perdebatan. Lalu, apakah perdebatan kemarin bisa meyakinkan masyarakat? Apakah debat bisa memberikan gambara yang utuh tentang visi misi? Atau bagaimana cara pasangan calon menyelesaikan persoalan bangsa?
Tentu debat kemarin tidak bisa sepenuhnya menjadi jawaban dari sekian banyak persoalan. Namun setidaknya, jika pasangan calon bisa memanfaatkan debat tersebut secara baik, tentu akan menjadi jawaban bagi semua pihak. Pesan yang dimunculkan paslon hanya akan bisa dicerna, jika dilakukan dengan santun dan disertai data yang benar.
Kenapa berdebat secara santun perlu dimunculkan dalam debat capres dan cawapres ini? Karena provokasi di media sosial begitu masif. Ironis memang. Demi kepentingan politik, berbagai cara dilakukan untuk menang dalam kursi kekuasaan. Usai debat perdana kemarin, apa yang terjadi di media sosial? Tidak hanya respon positif dan negative yang bisa menjadi kritik oto kritik, tapi respon yang disertai kebencian juga membabi buta.
Meme yeng mengundang tawa bermunculan, tapi tidak sedikit meme yang penuh nada provokasi. Debat di media sosial inilah yang juga harus dijaga oleh para pendukung paslon. Jika tidak, masyarakat bisa saling bertikai hanya karena perbedaan pilihan politik. Apalagi jika yang diperdebatkan adalah informasi bohong. Mari memperdebatkan hal-hal yang sifatnya konkrit, yang bisa menjadi solusi bersama.
Masyarakat harus bisa rasional dalam menyikapi setiap informasi yang berkembang. Masyarakat juga harus cerdas, dengan tidak menelan secara mentah-mentah informasi yang ada. Dengan mengedepankan literasi, maka kita akan terhindar dari provokasi hoax.
Dengan mendiskusikan visi misi dan program paslon secara santun dan obyektif, juga akan menjauhkan diri dari informasi yang menyesatkan. Jika kita sepakat melalui diskusi dan musyarawarah bisa menghasilkan solusi bersama, kenapa kita tidak melakukannya di tahun politik ini? Ingat, salah pertimbangan akan bisa berdampak pada penyesalan selama lima tahun kedepan.
Debat yang disertai hoax hanya akan melahirkan kebencian-kebencian baru. Sementara esensi dari debat, baik itu antar paslon ataupun antar pendukung, adalah saling bertukar pikiran demi terwujudnya solusi yang nyata bagi negeri ini.
Dan debat yang disertai data yang valid, akan menghindarkan kita dari perilaku yang provokatif dan terhindar dari berita bohong. Dengan debat yang santun yang diserta data, akan menjadi pendidikan politik bagi kita semua.