Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Kilau Tiara

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhirnya dunia melihat wanita berkaki jenjang itu berdiri tegap. Penuh kepercayaan diri beralaskan stilleto cantik sepulu senti. Lekuk tubuhnya nampak jelas dengan gaun merah marun yang membalut dengan sempurna. Lengkap bersama lingkar kalung mutiara yang mengkilat dikenai sorot lampu. Rambutnya sengaja ia gerai. Supaya berkesan glamour dengan keriting gantung di bagian bawahnya.

Wanita itu tersenyum merekah. Menatap jutaan mata yang memandang dirinya penuh kagum.

“Selamat!” begitu kata yang ku dengar saat sebuah tiara disematkan di kepalanya.

“Terima kasih,” jawabnya lemah lembut yang terekam di kamera.

Adegan demi adegan ku sorot dengan apik. Tugas ku hanya ini. Memberikan suguhan terbaik untuk penonton yang rela membuang jam tidurnya hanya untuk menyaksikan wanita ini mendapatkan gelar putri kebanggaan bangsa.

Ia kemudian melambaikan tangan sambil melangkah di atas karpet merah dengan tangan yang lain memegang sebuket bunga. Aku terus mengikutinya. Mengambil setiap tingkahnya yang anggun, elegan, dan indah. Sampai ia duduk mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan. Dan tiara atau mahkotanya, ia letakkan.

“Selamat atas kemenangannya,” kata ku lirih tanda basa-basi.

“Terima kasih.”

“Tapi... di setiap kemenangan ada usaha yang harus dunia juga tahu...”

“Maksud mu?!” ia mulai khawatir. Suaranya getir.

“Besok berita mu akan terbit. Mahkota ini untuk putri. Bukan untuk putra yang menjadi putri...”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline