Lihat ke Halaman Asli

Papan Nama Usang

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap kali saya melihat sebuah papan nama yang sudah cukup usang di salah satu sudut bangunan dekat rumah kadang muncul rasa sedih, papan nama usang dengan tulisan "HAJI INDONESIA 2003 NO. RUMAH:432" yang cuma tinggal kenangan adalah saksi bisu bahwa tujuh tahun yang lalu pemondokan jamaah haji Indonesia sangat dekat jaraknya dengan Masjidil Haram (-700 m). Dan saat ini gedung-gedung dekat rumah dihuni oleh para jamaah haji asal India, Pakistan, Bangladesh serta beberapa negara lainnya. Mereka bisa dengan ringannya melangkah menuju Masjidil Haram untuk menunaikan shalat lima waktu. Sementara jamaah haji kita membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk mencapai Masjidil Haram karena jarak pemondokannya rata-rata tidak kurang dari 2.000 m. (Kecuali ONH+) Andai saja (pastinya ini sebuah harapan) pemondokan jamaah haji kita seperti tahun 2003 lalu, mungkin jamaah haji kita akan mampu menunaikan shalat lima waktu di Masjidil Haram selama berada di Makkah dengan imbalan pahala 100.000 kali lipat dari pada shalat di masjid lain (kecuali Masjid Nabawi 1.000 kali lipat). Jadi kalau mau hitung-hitungan secara matematika, dengan mengeluarkan biaya rata-rata 35.000.000,- (ONH biasa) bisa memperoleh keuntungan pahala 5 x selama berada di Makkah x 100.000 = bertahun-tahun pahala kita menunaikan shalat lima waktu di Indonesia. Subhanallah. Tapi sepertinya harapan itu akan tetap jadi harapan, karena pemerintah kita mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan pemondokan bagi jamaah haji kita yang mungkin berbeda dengan negara lain. Diakui memang, pemondokan-pemondokan haji sekarang rata-rata bagus dan nyaman untuk ditempati 'sekalipun jaraknya cukup jauh dari Masjidil Haram', sehingga tidak sedikit jamaah kita yang memilih shalat di pondokan dari pada ke Masjid karena perlu tenaga dan waktu lebih 'ditambah kalau siang hari cuacanya cukup panas' sementara di pondokan jauh lebih nyaman. Sekalipun demikian saya mengacungkan jempol dan haru kalau melihat jamaah haji kita yang tidak perduli jarak dan cuaca dengan tetap bersemangat mengejar untuk bisa shalat berjamaah di Masjidil Haram. Ada yang menggunakan taksi, ada yang menggunakan angkutan 2 Riyalan meski harus berebut dan berdesakan, ada yang dengan sabar menunggu mobil bus antara jemput yang memang disediakan khusus, bahkan ada yang berjalan kaki dengan memotong jalan lewat terowongan. Subhanallah.... semoga Allah SWT menjadikan mereka semua Haji yang Mabrur. Insya Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline