Lihat ke Halaman Asli

Jakarta yang Pudar

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara sejak Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini dipengaruhi oleh sejarah penjajahan Indonesia, di mana Belanda sebagai penjajah menempatkan ibukota negara di Jakarta. Sebagai ibu kota negara, tentunya pusat pemerintahan dengan semua kelengkapan yang menyertainya seperti gedung-gedung dan kantor pemerintahan serta istana negara ditempatkan di Jakarta.

Jakarta yang dulu bernama Jayakarta ketika ditaklukkan oleh Portugis berarti “kota kemenangan”. Namun, jika melihat sederet permasalahan yang melanda ibukota Jakarta seperti banjir, penurunan tanah, macet, pemukiman padat, kebakaran, urbanisasi, pengangguran, kampung kumuh, kekerasan dan kriminalitas tampaknya filosofi kota kemenangan telah pudar. Predikat kota kemacetan yang kini melekat dan banjir yang telah menjadi langganan ibukota setiap tahun telah menjadi perhatian masyarakat, pemerintah, dan para pakar serta akademisi dan peneliti.

Parahnya tingkat kemacetan yang terjadi sampai-sampai dapat membuat sistem transportasi nyaris lumpuh seketika ketika Jakarta diguyur hujan yang agak lama. Banjir yang semakin lama semakin parah di ibukota tercinta menimbulkan wacana pemindahan ibukota mulai menghangat lagi dalam masyarakat akhir-akhir ini. Eksploitasi air tanah yang berlebihan, persoalan sampah, dan kurangnya ruang terbuka hijau akibat tidak dipatuhinya peraturan-peraturan yang berlaku juga merupakan penyebab semakin parahnya banjir di ibukota.

Pemerintah sesungguhnya tidak tinggal diam dengan permasalahan yang ada. Usaha-usaha telah dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya untuk mengatasi banjir, pemerintah telah melakukan pengerukan sungai, dan pembuatan kanal banjir. Penanganan tahap lanjut dalam mengatasi banjir pun sedang dirancang dengan merencanakan pembuatan sodetan dan pembuatan deep tunnel. Sementara untuk mengatasi masalah kemacetan pemerintah telah membangun jalan tol, mengadakan sistem busway, dan penerapan aturan three in one. Selanjutnya pemerintah juga sedang merencanakan pembangunan monorel, dan mass rapid transit (MRT), serta penerapan aturan plat mobil genap ganjil. Para pakar dari berbagai disiplin ilmu didatangkan untuk memberikan solusi mengatasi permasalahan yang ada.

Orang-orang yang mendukung wacana pemindahan ibukota mengatakan bahwa Jakarta sudah tidak layak lagi untuk dijadikan ibukota. Mereka juga berpendapat bahwa Jakarta rawan oleh bencana karena dekat dengan sesar patahan bumi dan Gunung Krakatau. Selain itu, mereka juga mengharapkan pemerataan pembangunan di bagian lain Indonesia. Bukan hanya di bagian barat Indonesia.

Menurut sumber dari Universitas Enschde di Belanda, kota Batavia (yang kini menjadi Jakarta) hanya dirancang untuk dihuni oleh 800 hingga satu juta orang penduduk. Bandingkan dengan keadaan sekarang di mana ada lebih dari 20 juta orang pada siang hari. Sebagian merupakan pendatang dari kota-kota sekitar yang mencari nafkah di Jakarta.

Purwokerto, Yogyakarta, Palangkaraya sampai Bontang dan beberapa kota muncul sebagai nominasi pengganti Jakarta sebagai ibukota. Sebetulnya wacana ini telah terdengar sejak lama. Akan tetapi, hari ini makin menguat dikarenakan permasalahan Jakarta semakin tidak terkendali. Semakin sulit mengatasinya, dan semakin merugikan negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline