Agama Islam telah melarang cybercrime baik dalam bentuk apapun. Al-Qur'an menyebutkan larangan ini dalam surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim."
Siapa yang tidak tahu kasus Justice For Audrey. Kasus yang sangat menghebohkan jagat maya tahun 2019 silam tentang penganiayaan seorang anak bernama Audrey. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (TKI) membuat peristiwa dari Pontianak tersebut membanjiri ruang media massa. Bukan hanya dari masyarakat biasa yang geram, banyak publik figur yang turut meramaikan tagar Justice For Audrey sebagai bentuk kepedulian mereka. Warganet pun berbondong-bondong membully para terduga pelaku. Bahkan sampai ada yang meretas akun pelaku. Berbagai komentar pedas dan jahat dilontarkan oleh warganet yang geram kepada terduga pelaku. Meskipun di tengah-tengah keviralan kasus itu terkuak beberapa fakta yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang diberitakan oleh media-media. Informasi-informasi tanpa kejelasan sumber mampu menjadi boomerang bagi beberapa pihak. Polisi menilai cerita versi para pengguna media sosial terkait kasus dugaan kekerasan anak terhadap Audrey berbahaya. Komisi Perlindungan Anak di Kalimantan Barat pun melakukan diskusi dengan Polda terkait hal ini. Banyaknya ketidaksinkronisasian kabar serta fakta yang ada ini membuat polisi menjadi lebih hati -- hati dalam menangani kasus ini.
Perkembangan TKI mampu membuat sesuatu yang jauh menjadi dekat yang luas menjadi sempit dan dalam perkembangannya tidak akan bisa dihentikan. Fokky Fuad Wasitaatmadja dalam bukunya menjelaskan bahwa hakikat teknologi merupakan suatu hasil kreativitas manusia. Perkembangan TKI sejatinya dapat membawa dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif TKI adalah mempermudah akses terhadap berbagai informasi dan memperluas wawasan serta pengetahuan sehingga dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dampak negatif TKI disebabkan karena kemudahan untuk mengakses segala informasi mampu mendorong seseorang untuk menyalahgunakan teknologi. Jenis kejahatan seperti cybercrime adalah yang paling sering ditemukan contohnya membobol identitas seseorang, menyebarkan hoaks, cyberbullying, dan masih banyak lagi. Tentu saja dengan adanya dampak negatif dari TKI sangat meresahkan warganet dan mewajibkan kita untuk selalu berhati-hati. Berikut ini beberapa analisis pengimplementasian nilai TKI yang melenceng atau dampak negatifnya dari kasus Audrey.
Berita penganiayaan seorang anak SMP
Kita semua tahu bahwa segala bentuk penganiayaan tidak dapat dibenarkan apalagi sang pelaku masih dibawah umur. Terlepas dari benar atau tidaknya dalam berita yang tersebar sang pelaku memulai perkelahian dari media sosial. Disinilah penyalahgunaan implementasi TKI terlihat. Penggunaan media sosial diharapkan menjadi sarana untuk mempermudah mendapat informasi serta berkomunikasi tetapi karena kurangnya filteralisasi, budaya TKI malah digunakan untuk saling menyindir. Isi berbagai berita penganiayaan juga digambarkan sangat keji dengan membenturkan kepala korban ke aspal hingga penyerangan seksual kepada korban. Jadi, penggunaan sosial media yang salah mampu menyebabkan kesalahpahaman sehingga masalah menjalar ke dunia nyata.
Cyberbullying
Cyberbullying merupakan salah satu bentuk pembullyan yang terdapat dalam media digital. Akses kemudahan dalam memperoleh informasi maupun menyebarkan informasi tidak dibarengi dengan analisis fakta yang baik. Tentu saja hal tersebut memicu kemarahan publik sehingga menimbulkan hal ini menjadi perbincangan dimana-mana. Banyak kemudian warganet yang mencari-cari siapakah sosok penganiaya tersebut di media sosial. Bahkan terdapat salah satu akun instagram pelaku yang diretas kemudian dijadikan akun untuk menyebarkan informasi terbaru tentang kasus tersebut. Di sinilah kemudian terjadi penyelewengan terhadap implementasi nilai TKI. Hanya karena sebuah kabar burung yang belum diketahui faktanya banyak warganet yang kemudian melakukan cyberbullying terhadap terduga pelaku. Kita memang negara yang menganut kebebasan berpendapat tetapi hal tersebut juga dibatasi oleh hak orang lain. Kita bukanlah penganut ideologi liberal yang bebas. Selain itu, peretasan terhadap akun terduga pelaku merupakan salah satu contoh nyata penyalahgunaan implementasi nilai TKI.
Hoaks
Penyebaran cerita kasus Audrey sangatlah cepat. Hal ini dikarenakan bukan hanya warganet yang tertarik dengan hal ini tetapi juga beberapa publik figur. Bahkan warganet juga membuat petisi pada laman change.org untuk menuntut keadilan bagi Audrey. Banyaknya desakan dari masyarakat untuk segera menuntaskan kasus ini membuat polisi dengan sigap memanggil para terduga pelaku untuk melakukan pemeriksaan. Selain itu, polisi juga melakukan pengecekan fakta penganiayaan dengan melakukan visum terhadap korban. Namun ternyata hasil visum menunjukan tidak adanya luka pada fisik korban bahkan organ intim korban pun baik-baik saja. Setelah polisi mengabarkan hasil visum kepada media warganet pun mulai terpecah menjadi dua kubu. Tagar dengan Justice For Audrey mulai dibarengi dengan tagar Audrey Juga Bersalah. Banyak warganet yang awalnya mendukung Audrey menjadi tidak respect lagi terhadapnya. Hoaks menjadi ancaman serius bagi bangsa kita karena dapat menimbulkan perpecahan.
Faktor yang melatarbelakangi adanya penyelewengan terhadap implementasi nilai TKI dapat dikategorikan menjadi dua garis besar. Pertama adalah faktor internal atau dari dalam dalam diri seseorang. Faktor internal tersebut meliputi bagaimana cara pikir seorang dalam menyikapi arus TKI yang semakin tidak terkendali. Sebagai contohnya ketika seorang mendapatkan informasi viral seorang tersebut langsung mengikutinya sebagai sarana agar dia mendapatkan image keren. Kedua adalah faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor tersebut disebabkan karena pengaruh lingkungannya yang mendukung untuk melakukan penyalahgunaan nilai TKI tersebut.