Lihat ke Halaman Asli

Bambang Hermawan

Penikmat Budaya

Nilai Etis dalam "Petis Manis"

Diperbarui: 17 April 2022   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Petis manis pupus tebu saupama (kepriye werdine)/Aja ngucap ora teges tanpa guna (kepriye karepe)

Petis manis sarpa langking saupama (kepriye werdine)/Aja ngucap yen ta amung samudana (kepriye karepe)

(Damar mancung) nyumpet rasa kang samar (samar)/Gagar wigar pikolehe (mula)

Teja bengkok ngirup toya (linuwung)/Kanggo kaca jroning sepi (muna  muni)

 

Petis manis yen ngucap sing ngati-ati/Dadi kanthi nyata bebrayan sejati.

 

Demikian cakepan (lirik) langgam Petis Manis karya Ki Nartosabdo, seorang empu kesenian jawa tiada tanding. Karya gendhingnya sangat banyak dan semuanya berkualitas tinggi. Mengikuti pakem satra-gendhing dalam falsafah jawa, langgam diatas sangat indah baik sastra (lirik) nya maupun gendhing (lagu/musik) nya. Katakanlah sastra itu ibarat jiwanya, gendhing raganya, maka keindahan lahir-batin yang termuat dalam langgam tersebut sangat serasi, saling melengkapi, menyatu. Marilah kita mencoba menelaah syair diatas, lebih asyik jika sambil mendengarkan lagunya tentunya, sambil idhep-idhep belajar mengenal kembali gaya sastra jawa.

Petis manis pupus tebu saupama, petis yang rasanya manis maksudnya kecap, untuk menserasikan pengucapan aja ngucap pada baris berikutnya. Pupus tebu dalam bahasa jawa disebut juga sebagai gleges, untuk disesuaikan dengan kata teges pada baris berikutnya. Kemudian kata sarpa langking, sarpa itu ular sedangkan langking berarti hitam. Ular yang berwarna hitam di jawa disebut sebagai ula dumung  disesuaikan dengan kata amung dalam baris berikutnya. Damar mancung, kata lain dari upet  kata ini digunakan untuk disesuaikan dengan kata nyumpet pada baris berikutnya. Tejo bengkok ngirup toya maksudnya adalah kluwung (pelangi), kata yang diserasikan dengan kata aluwung pada baris berikutnya. "Permainan" bahasa seperti ini dalam sastra jawa dikenal sebagai wangsalan.

Maka secara bebas lirik diatas dapat diterjemahkan sebagai ajakan untuk menghindari pembicaraan yang tidak tegas tanpa guna, serta pembicaraan yang hanya sekedar basa-basi. Lebih baik diam berkaca dalam sepi mengendalikan perasaan ragu agar pikiran terfokus tidak tercerai berai. Kemudian kalau toh musti bicara, bicaralah dengan hati-hati, itulah sikap yang musti diutamakan dalam peri kehidupan yang sebenarnya.

Indah bukan?, nasehat yang dikemas dengan gendhing yang indah, lebih mudah diterima dan meresap serta awet di rasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline