Draf UUD DKJ Diiwarnai Polemik, Pro dan Kontra.
Draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), yang mana memuat aturan dan ketentuan baru. Terkait perihal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sedianya ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden dengan hak prerogatif yakni kewenangan presiden tentunya tanpa mengesampingkan pendapat atau usulan dari anggota DPRD.
Namun proses tersebut mencuatkan polemik serta pro-kotra di tubuh anggota dewan berikut fraksinya, sejumlah fraksi ada yang menolak, dengan menyatakan pandangannya.
Bahwasannya amat membahayakan tatanan sistem demokrasi dan sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai konstitusi terlebih melucuti demokrasi itu sendiri.
Yang telah lama tumbuh, berkembang dan berakar sejak pra atau pun pasca terjadinya Reformasi, yang mana hal tersebut dinilai sebagai bentuk kemunduran.
Oleh sebab sangat bertentangan dengan prinsif-prinsif demokrasi, Draf RUU DKJ hendaknya dibuat-digodok-disahkan, tidak dengan secara serampangan.
Dan ugal-ugalan yang mana hal tersebut dibutuhkan bentuk penyesuaian disana-sini serta menjalani proses masa transisi. Bukan seperti tengah dikejar deadline, yang penuh dengan ketergesaan-gesaan.
Serta minimnya partisipan. Sehingga hanya menghasilkan undang-undang dalam konteks sedemikian rendahnya nilai suatu perundang-undangan.
Dan hal tersebut juga semestinya melibatkan partisipasi masyarakat, sedianya menghindari terjadi pelemahan legitimasi UU. Yang mana mempertaruhkan subtansi mengenai perundang-undangan.
Dan jika hal tersebut sampai terlaksana maka hal tersebut amat bertentangan dengan pasal 18 ayat 4 mengarah pada UUD 45, yang mana pada pasal tersebut tertera bahwasannya Gubernur, Bupati, dan Wali kota dipilih secara Demokrasi.