Dua Bara, Kawan Bicara dan Purnama
Dua batang sigar
dilumat api lantas
menjadi bara merah
semerah luka
bersemayam di dada
Kawan bicara
tak henti berceloteh
tentang hal gila yang
sepertinya ingin ku amini
namun aku bergeming
Netraku sibuk
memeta purnama
di atap langit berjelaga
diam anggun buat kutertegun
sayang disayang daksanya
Dicengkram kuat lengan malam
dan ia tak kuasa meronta
kudapati wajahnya teramat pasi
menggantung hiasi
selembar langit malam
Dua bara menyala
ukir banyak cerita
perihal hitam putih hidup
serta luka-luka jiwa serta
menelan ribuan getir
Entah mungkin hingga
di ujung hidup
di mana pengap menyekap
sukar mendekap
Untung masih ada purnama
meski pias tak mengapa
setidaknya masih terangi
tapak-tapak angkah
enggan berulah
Kawan bicara kerap berkisah
kisah yang tak basi tuk disantap
perihal tembok tebal pongah
yang hendak ia hancurkan
dengan sekerat nyali Serigala
Aku tersenyum kecut
seraya mengacak rambutnya
dan meninju mukanya
yang terkesan amat belagu
ah sobat karibku
Bersama kita
bertikai dengan masa
yang henti memburu
layaknya peluru
menembus tubuh waktu