Tarian Rudat merupakan salah satu tari yang mengikuti warisan para pendahulu umat Islam di Pulau Lombok. Tarian Rudat dimainkan dengan doa dan puji-pujian kepada Allah SWT. Terlepas dari itu, tarian Rudat dimainkan dengan memadukan perkembangan pencak silat dan perkembangan lainnya. Perpindahan Rudat dimulai di Turki bersamaan dengan penyebaran Islam di Indonesia pada abad ke-15. Ada kemiripan antara gerakan Rudat dengan budaya dan gerakan dari Turki. Karena busana para seniman Rudat ini menggunakan kopiah tarbus (peci panjang), kemeja dengan pernak-pernik biasa, juga celana dan menggunakan kain khas suku Sasak biasa sebagai lapisan luar celananya. Busana yang digunakan hampir mirip dengan busana adat Turki, yakni busana adat Kroasia. Setiap geraknya tentu saja diiringi musik konvensional, seperti halnya Rudat. Ada beberapa melodi yang digunakan untuk mengiringi gerakan Rudat yang dimainkan oleh Sekaha (pemutar musik Rudat). Tarian Rudat tersebut diiringi dengan alat musik antara lain gendang, biola, rebana, rebana, dan benduli (gitar khas suku Sasak). Di Pulau Lombok, tidak banyak orang yang bisa memainkan Rudat, karena hanya ada beberapa daerah yang memiliki pergerakan tersebut. Tarian Rudat sendiri dimainkan oleh 12 hingga 18 orang. Rudat tidak hanya berbicara tentang jurus pencak silat, namun Rudat juga berisi teater yang menceritakan tentang penyebaran Islam pada zaman dahulu.
Keahlian Rudat Sasak Lombok mulai terlupakan dan mengalami berbagai perubahan dan pergeseran yang terus ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena banyak pengaruh budaya masa kini yang masuk ke Indonesia, khususnya Lombok. Selanjutnya masyarakat mempunyai tugas atau komitmen untuk melestarikan budaya Rudat Sasak Lombok itu sendiri agar tidak punah dan tergeser akibat dampak kebudayaan maju. Oleh karena itu, untuk melestarikan seni gerak rudat, kami akan memperkenalkan kembali budaya lingkungan sekitar melalui pendidikan, khususnya bagi siswa yang baru memasuki usia sekolah dasar. Siswa pada tingkat sekolah dasar menjadi sasaran utama yang dapat dilakukan oleh masyarakat, tentunya juga oleh para guru. Hal ini biasanya dilakukan untuk melestarikan atau mengenalkan kembali budaya lingkungan yang ada di daerah Sasak, sehingga para pelajar dapat mengetahui budaya lingkungan di daerahnya. Dalam dunia pendidikan, guru dapat menghadirkan budaya lokal melalui ekstrakurikuler wajib yang harus diikuti siswa, khususnya ekstrakurikuler gerak. Di SDN 37 Cakranegara terdapat ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menampilkan budaya Sasak yaitu "Nadwa Tuna".
Nadwa Tuna adalah ekstakurikuler tari rudat yang sudah berdiri selama 16 tahun di SDN 37 Cakranegara yang terdiri dari 24 anggota yaitu 20 penari (Perempuan) dan 4 penabuh/pemusik (laki-laki). Berikut adalah struktur bentuk dan makna kesenian tari Rudat Nadwa Tuna;
- Gerakan Berajong, gerakan awal yang memiliki makna keberanian.
- Gerakan Menyamping, gerakan kedua yang memiliki makna pemberitahuan.
- Gerakan Memohon Restu, gerakan ketiga yang memiliki makna memohon restu kepada sang pencipta.
- Gerakan Siap Siaga, gerakan keempat yang bermakna mempersiapkan diri.
- Gerakan Menyerang, gerakan kelima yang bermakna serangan terhadap lawan.
- Gerakan Waspada, gerakan keenam yang bermakna kewaspadaan akan serangan mendadak.
- Gerakan Bertahan merupakan gerakan ketujuh yang bermakna upaya pertahanan diri.
- Gerakan Melingkar merupakan gerakan kedelapan yang bermakna mengepung lawan.
- Gerakan Menangkis merupakan gerakan kesembilan yang bermakna bertahan sambil melawan.
- Gerakan Meminta Maaf merupakan gerakan kesepuluh yang bermakna permintaan maaf.
by: Mahasiswa Kampus Mengajar 7 SDN 37 Cakranegara
- Arman Maulana
- Asty Murniati
- Gita Qurataini
- Hera Sukmawati
- Mutiatun Sholeha