NATAL KITA
Untuk sahwa
Sahabatku yang baik.
"Sesungguhnya natal yang buruk itu tidak ada, hanya waktu dan keadaan yang tidak tepatlah yang membuat kita merasa tidak baikan. Dan kata yang buruk hanya datang dari orang yang kita cintai setulus hati"
Sahabatku yang baik, saya tidak pernah menyangka bahwa natal kali ini kita kembali lagi bercakap ria melalui surat. Entah kenapa kita lebih nyaman dengan gaya ini, padahal orang-orang sedang bereforia dengan sosial media yang lebih efisien untuk bergurau; tapi saya ingat pepatah lama itu bahwa tak ada yang lebih menenangkan jiwa selain menulis kata demi kata yang muncul dari hati dan pikiran kita ke dalam sebuah buku. Dan seperti orang sakit berhak untuk meraungi kesakitannya, bukankah kata-kata yang muncul dari hati dan pikiran kita juga berhak untuk di-ada-kan dalam suatu yang ada sebagai eksistensi?
Sahwa yang baik, saya ingin berbicara tetang Natal padamu. Natal dan kabar tentang kelahiran Yesus telah kita dengar berhari, berbulan, bertahun dan bahkan berabad-abad yang lalu. Dan sekarang kita di sini. Di penghujung tahun. Kita hendak menyabut suatu yang hebat dari Allah bukan? Tapi tunggu dulu. Apa benar kita hendak menyambut itu? Bagiku sama sekali tidak. Kita bukan orang yang sedang menanti-nanti sebab Emanuel yang kita harapkan sudah ada di antara kita. Saya mencoba untuk melepaskan diri dari semua pandangan orang tentang natal dan kemudian memahainya sebagai perayaan ulang tahun sang Yesus yang disebut-sebut orang Nazaret itu. Saya memahami semuanya menjadi sebagai perayaan yang harusnya mengingatkan kita akan janji Allah yang tidak pernah luntur oleh zaman. Janji yang tidak akan pernah diingkari-Nya bahwa kita semua akan terselamatkan. Dahulu kala ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa sebabnya adalah ketidaktaatan terhadap ketetapan Allah yang menyelamatkan. Bahwa makan buah yang terlarang itu tidak benar. Tidak saya tidak sedang mengingatkanmu akan sejarah kelam manusia pertama yang konon katanya adalah disebabkan oleh perempuan yang adalah Hawa. Sebab segera setelah melakukan kesalahan mereka toh saling menyalahkan orang lain. Tidak ada yang mengaku dengan kerendahan hati bahwa saya yang salah. Begitulah gambaran tentang kita manusia. Kita akan selalu jatuh ke dalam dosa oleh karena kecongkakan hati kita. Saling menyalahkan adalah sebuah teknik penyembunyian diri dan pelemparan masalah agar terselamat dalam keadaan sementara waktu. Sungguh tidak dibenarkan Sahwa, toh kemudian Allah menghukum manusia pertama itu sekaligus. Ya, dan juga si ular dursila itu. Kita semua sebagai manusia akan akan jatuh ke dalam dosa tanpa terkecuali.
Lalu bagamana dengan Yesus orang Nazaret itu? Bukankah dia manusia juga sama seperti itu? Ah ya..itu juga yang saya pikirkan. Tapi biarlah saya menyampaikan apa yang saya pernah katakah dahulu. Yesus adalah manusia sama seperti kita. Dia memiliki daging dan darah, dia makan dan minum. Bernafas menggunakan dua lubang hidung, dan juga mulut kalau terlalu lelah ketika melewati perjalanan yang sangat jauh. Yesus juga pernah sedih dan menangis, gembira dan sukacita. Akan tetapi yang membedakan kita dengannya adalah dosa. Yesus dan manusia sama kecuali dalam hal dosa. Yesus tidak berdosa dan Dia taat kepada kehendak Allah Bapa. Taat akan kehendak Allah Bapa. Inilah yang ingin saya sampaikan bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa akibat ketidaktaatannya, sejak itu maka harus ada yang menyelamatkan manusia kembali kepada Bapa. Dia adalah orang yang sungguh-sungguh taat pada kehendak-Nya. Maka manusia biasa tentunya tidak bisa melakukan hal ini, sebab seperti diawal sekali saya mengatkannya bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Maka Yesus yang adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia sendirilah yang harus menyelamatkan manusia.
Baiklah, mungkin cukup sampai di sini saja saya mengatakan hal ini. Itu hanyalah kisah mitos klasik yang ingin saya beberkan dalam hatimu. Tidak harus dipercaya sebab itu tidak diajarkan dalam kitab suci dan agama kita. Lagipula saya bukan ahli agama seperti para Romo. Tentang natal dan kelahiran sang Yesus Kristus patutlah kita merayakannya. Saya selalu berharap ini akan memperbaharui kita semua menjadi lebih baik. Apalah yang kita takutkan lagi sebab Allah yang kita sembah dan puji datang melawat kita umatnya. kita memang tidak sempurna tetapi kita akan segera disempurnakan oleh Yesus sang Emanuel. Mengakhiri surat ini, ijinkalah saya menuliskan puisi yang tidak sempurna di mata dan semoga baik di hati.
Tuhanku Menjadi Manusia
Tuhanku berjalan di lorong kumuh
Langkahnya lunglai seakan sudah tua.
Di atas lumpur kakinya tersentak
Sebab tanah berbau keringat menyengat.
Tuhanku berjalan di atas trotoar dengan kaki yang mulai melepuh.
Sekejap wajahnya yang ceria menjadi murung.
Raja di atas segala raja menjadi pemulung di kala hujan bulan Desember itu.
Sekarang kulihat Tuhanku berjalan di lorong kumuh.
Sambil menyentuh setiap kepala katanya: "Akulah ini.
Marilah kepada-Ku semua yang letih, lesuh dan berbeban berat.
Aku akan memberikan kelegahan bagimu."
Dan akhirnya, Tuhanku menjadi manusia.
Demikianlah Sahwa sahabatku yang baik. Tuhan yang kamu sanjung-sanjung itu telah saya lihat rupanya dalam manusia yang kita sebut sesama itu. Tuhan yang kupahami,bukanlah Tuhan yang hanya duduk diatas singgasana, melainkan Tuhan yang berperan dan berjalan dalam sejarah manusia dalam setiap jaman. Walaupun Tuhan tidak hidup dalam waktu dan sejarah itu oleh karena keabadianya.
Manusia yang tidak selalu benar itu nyata, sebabnya mohon maaf kalau terdapat kata keliru dalam tulisan ini. Natal kali ini hebat.
Bets Regard
Herakllitus Efridus
sahabatmu
"Disamping pohon natal yang tak lekang oleh waktu juga keadaan. Sedang kekecewaan adalah reaksi hati yang meronta."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H