[caption id="attachment_167365" align="aligncenter" width="450" caption="Sumber Gambar Shutterstcok"][/caption]
Sebuah iklan butuh gengsi agar produknya memiliki daya pikat jual. Tak jarang digunakan pernyataan testimoni dari konsumen dan tenaga ahli guna meyakinkan halayak. Maka sering dijumpai ada dokter yang memberi pernyataan pada sebuah iklan obat, susu, produk kesehatan rumah tangga, sampai obat nyamuk. Konsumen membeli sebuah produk karena merasa itulah produk yang dibutuhkan. Dari mana konsumen itu tahu produk itu dibutuhkan? Karena ada seorang dokter yang mendukung produk yang dimaksud dan beriklan didalamnya.
Tenaga ahli seperti dokter walaupun tidak mencantumkan gelar akademiknya, masyarakat sudah mengetahui bahwa yang menyampaikan iklan tersebut adalah seorang dokter. Sebab ada juga dokter yang berprofesi ganda sebagai artis atau dokter yang sering tampil di media sebagai nara sumber. Saat dokter beriklan inilah profesianalisme mereka dipertaruhkan karena ada peraturan yang mengikat mereka untuk tidak beriklan selain di iklan layanan masyarakat. Bukan hanya atribut seseorang tenaga profesi kesehatan saja yang tidak diperbolehkan ditampilkan dalam sebuah iklan. Segala bentuk pengaturan yang menampakkan latar seperti laboratorium juga tidak diperkenankan. Semuanya diatur demi melindungi konsumen.
Tercatat laporan kasus/pelanggaran yang dibuat oleh Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I) sejak Januari 2009 sampai Oktober 2011 ada 20 kasus yang berkaitan dengan pemeran iklan tenaga profesional. Pemeran iklan yang paling banyak disorot adalah tokoh/tenaga kesehatan. Iklan yang dimaksud mulai dari susu, perbekalan kesehatan rumah tangga, obat-obatan, sampai produk pestisida rumah tangga. Berikut daftarnya:
- Minyak goreng Sunco versi “Lebih Bening Pasti Lebih Sehat”
- Dancow versi “1+”
- Betadine versi “Sahur & Berbuka dr. Sonia”
- Sensodyne versi “Konsultasi Kesehatan Gigi”
- Nutricia versi “Fosgos”
- Tolak Angin versi “Pos Sehat”
- Minuman berserat Rollas versi “Halte Busway”
- SGM 3&4 Growing Milk versi “Korporat”
- Pepsodent versi “Gigi Sensitif”
- Hit Aerosol versi “Lula Kamal Hamil”
- Advetorial/inforial Menteri Kehutanan terkait Newmont Nusa Tenggara
- Lifebuoy Handwash versi “Mother Holding Child”
- Dettol Pedoman Sehat IDIversi “Cuci Tangan” & “Mandi”
- Oral B versi “Pro Health”
- Flyer Colgate-Hypermart versi “Promo 17-29 Maret 2011”
- Sabun Lifebuoy versi “Donni Demam”
- Kiranti Minuman Haid versi “Pakar Herbal”
- Dettol versi “Anjuran Cuci Tangan”
- Anmum versi “Less Sugar”
- Listerine Mouthwash versi “Simposium-PDGI”
Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia) memuat ketentuan pemeran iklan khususnya tenaga profesional:
- Iklan produk obat-obatan (baik obat-obatan bebas maupun tradisional), alat-alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah-tangga serta makanan dan minuman tidak boleh menggunakan tenaga profesional, identitas, atau segala atribut profesi, baik secara jelas maupun tersamar.
- Iklan yang mengandung atau berkaitan dengan profesi tertentu harus mematuhi kode etik profesi tersebut.
Ketentuan tadi mengacu pada SK Menteri Kesehatan RI No. 386/Menkes/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Makanan-Minuman, disebutkan bahwa iklan tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium.
Aturan lainnya juga dituang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan pada pasal 8 disebutkan:
- Tenaga kesehatan dilarang mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan kecuali dalam iklan layanan masyarakat.
- Tenaga kesehatan dapat melakukan publikasi atas pelayanan kesehatan dan penelitian kesehatan dalam majalah atau forum ilmiah untuk lingkungan profesi.
Pelanggaran terhadap peraturan ini diperingatkan pada pasal 14. Disebutkan dilakukan pembinaan dan pengawasan berupa penghentian iklan selama 7 hari kerja, jika tidak juga dilakukan perubahan maka akan dilakukan tindakan administratif paling lama 30 hari kerja. Tindakan administratif berupa pencabutan surat izin operasional/surat izin kerja/surat izin profesi untuk sementara waktu paling lama 1 tahun dan bisa sampai untuk selamanya.
Di mana tanggung jawab media dan biro iklan yang memuat iklan-iklan yang bermasalah? Media dan biro iklan dalam hal ini sebagai pelaku usaha mengikuti UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Pada pasal 17 dinyatakan: "Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan". Pada pasal 20 disebutkan: "Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan iklan tersebut". Pelanggaran terhadap aturan etika dimuat pada pasal 62 berupa pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak 500 juta rupiah.
Dalam UU itu juga dijelaskan pelaku usaha adalah perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Sumber: Etika Pariwara Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1787/Menkes/Per/XII/2010 Laporan Kasus BPP P3I 2009-2011 UU RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen