Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh

Religiuskah Kita?

Diperbarui: 3 Maret 2021   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Religius

Akhir-akhir ini banyak istilah religius atau relijius. Dalam pemahaman orang banyak yang dimaksudkan seseorang menjadi semakin religius bila banyak bersedekah, banyak khotbah, banyak sembahyang dan yang paling menonjol dikatakan sangat relijius bila berpakaian ala orang Timur Tengah. Semuanya hanya berkaitan dengan bentuk atau tampilan fisik semata. Bukan dari perilaku. Mengapa?

Karena pemahaman mayoritas belum begitu mendalam dengan istilah keberagamaan. Seseorang yang benar-benar religius akan mengungkapkan cara pandang yang lebih luas. Golongan ini melihat keindahan dari keberagaman. Berbeda pendapat atau keyakinan merupakan keindahan. Mereka tidak terpaku pada tampilan luar. Bahkan saya pernah melihat dalam suatu film yang menyebutkan bahwa mengikuti tampilan dari sang idola sebagai bentuk rasa cinta.

Rasa cinta pada sang idola terungkap dalam bentuk perilaku. Bila sang idola memiliki pandangan luas serta rasa kasih yang tidak memandang golongan atau kelompoknya, maka seperti itu pula yang harus dilakukan. Bukan hanya mengikuti tampilan secara fisik, tetapi cara berpikir, ucapan serta perbuatan bertentangan dengan yang dijarkan sang idola.

Kedangkalan Pemahaman

Semua terjadi karena kita hanya melihat tampilan fisik sebagai identitas kebaikan seseorang ketika menganut suatu keyakinan tertentu. Bila direnungkan lebih dalam sesungguhnya kita yang masih melihat secara fisik pada seseorang, bukan cara pandang serta perilaku yang selaras dengan sang idola, kita juga masih memiliki kedangkalan pemahaman yang sama. Inilah kecelakaan atau sumber penderitaan.

Mengapa saya katakan sumber penderitaan? Karena kita belum mampu melampaui mind, gugusan pikiran serta perasaan. Masih pada tataran intelektual. Intelektual berarti masih pada ranah pikiran manusia yang umum, bukan cara berpikir para suci atau para avatar. Kita masih berhitung untung dan rugi dalam melakukan sesuatu yang 'katanya' religius. Masih amat jauh dengan tujuan penyempaian pesan sang idola. Inilah kecelakaan. Masih saja bagaikan keledai. Sudah lahir-mati berulang kali, tetapi masih terperosok pada lobang yang sama. Ego....

Berita baik dan buruk

Ada berita baik dan buruk. Bukankah baik dan buruk juga pasangan yang tak terpisahkan di alam dunia ini. Bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi atau muka. Bila hanya satu muka/sisi maka bukan mata uang namanya. Jelas tidak laku...

Berita baik

Tetapi jangan khawatir, ini berita baiknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline