Lihat ke Halaman Asli

Marhento Wintolo

Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh

Alasan Keterlambatan Reformasi....

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini kita bertanya-tanya, 'Mengapa Reformasi tidak berjalan mulus'. Ini jawabannya...

"No body can hurt me without my permission." Tak seorang pun dapat menyakitiku bila aku tidak mengizinkannya.

( Be The Change ! by Anand Krishna, www.booksindonesia.com)

Karna mendukung Kurawa karena sakit hati terhadap Pandawa. Ia sakit hati terhadap ibu kandungnya yang melahirkan di luar nikah, kemudian membuangnya. Ia sakit hati terhadap Krishna yang dianggapnya berpihak pada Pandawa.

Karna seorang bijak, seorang dermawan, seorang pemimpin yang ideal, tetapi seluruh kebaikannya itu seolah terlupakan oleh sejarah karena keberpihakannya pada Adharma, pada pelaku kejahatan.

Karna membenarkan posisinya bersama Kurawa, padahal ia tahu persis bahwa Kurawa tidak berpihak pada Dharma, pada Kebajikan. Kurawa bukanlah pemimpin yang ideal. Sayang, hanya karena sakit hati, mata Karna tertutup. Ia tidak mampu melihat kebenaran, maka hancurlah dirinya bersama Kurawa. (Sepertinya hal ini juga terjadi pada Prabowo Subiyanto. Alasannya sakit hati... Ulangan kejadian. Tidak ada yang baru)

Bila ingin menjadi seorang pemimpin, jangan memelihara virus "sakit hati". Terlebih lagi jangan sampai penyakit itu dijadikan pemicu dan motivasi untuk maju ke depan.

Bila kita merasa "bisa disakiti", kita sungguh lemah. Perasaan itu saja sudah membuktikan bahwa kita tidak layak untuk menjadi pemimpin.

Reformasi yang terjadi di negeri ini tidak berjalan mulus, tidak sesuai dengan harapan banyak orang karena fondasinya adalah  kebencian terhadap orde yang lama. Apa yang disebut "orde lama" itu dijadikan referensi untuk mengadakan reformasi, maka itu pula yang terjadi. Orde yang lama mengalami "re"-formasi, pembentukan ulang. Bahan bakunya masih sama, adonannya masih sama, bentuknya saja yang berubah. Cara penyajiannya saja yang sedikit lebih keren.

Penindasan masih terjadi. Undang-undang lama yang sudah tidak berguna masih digunakan. Pemerintah masih enggan melayani, masih mau menguasai dan memerintah saja. Kenapa bisa begitu? Karena, apapun yang kita lakukan dengan sakit hati sudah pasti mencerminkan penyakit kita sendiri.

Setiap aksi menimbulkan reaksi yang setimpal. Ini merupakan hukum alam. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Setiap orang bertanggung jawab terhadap alam, terhadap Keberadaan-terhadap Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline