Laga terakhir Timnas Indonesia U17 di fase grup A berlangsung Kamis (16/11/23) di Stadion Gelora Bung Tomo menghadapi Maroko, kick off mulai pukul 19.00 WIB.
Ini adalah pertandingan penentuan kelolosan kedua tim menuju fase 16 besar Piala Dunia U17. Selain Indonesia dan Maroko pada waktu yang sama juga bertanding Ekuador lawan Panama di Stadion Manahan Solo.
Skuad Garuda Asia sudah berjuang sekuat kemampuan mereka namun akhirnya harus mengakui keunggulan Maroko dengan skor 1-3 sekaligus membawa Maroko lolos ke 16 besar bersama Ekuador yang imbang dengan Panama.
Maroko memuncaki grup A dengan 6 poin disusul kemudian Ekuador di posisi kedua dengan 5 poin. Indonesia dan Panama masing-masing pada posisi ketiga dan ke-4 dengan 2 poin.
Dengan hasil ini Timnas Indonesia U17 praktis tersisih dari persaingan tiket 16 besar yang masih diperebutkan tim-tim lain di grup C, D, E dan F.
Kendati demikian, kita layak memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada anak-anak muda berusia di bawah 17 tahun ini yang masa depan karir sepak bola mereka masih terbuka lebar di masa depan.
Bima Sakti seperti biasa menurunkan formasi kesayangannya 4-3-3. Formasi yang tidak pernah dia ubah sekalipun selama mengikuti Piala Dunia ini.
Formasi ini sebenarnya pola dari filosofi Filanesia yang lahir ketika Diektur Tekniknya adalah Danurwindo dan sempat dikembangkan Luis Milla.
Bima juga pernah menjadi asisten Luis Milla, namun pola pengembangan yang dikerjakan Bima Sakti masih belum sempurna.
Pelatih kita pada usia muda, Indra Sjafri juga seringkali menggunakan formasi dasar Filanesia ini dan coach Indra cukup berhasil menerapkan dengan baik ketika menangani Garuda Muda U19.
Pola bermain filanesia ini sebenarnya umpan-umpan pendek dengan jarak dekat antar pemain. Bola dimainkan merayap dari bawah ke tengah dengan pengaturan ball position, kemudian memasuki area penalti lawan.