Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah lagi membuat Cerpen. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir membuat Cerpen.
Entah kenapa tetiba timbul keinginan untuk membuat sebuah Cerpen. Maka kunyalakan laptop, mulai menghadapi keyboard sambil menunggu inspirasi datang.
Tadi sebenarnya selintas ada bahan yang bisa untuk kujadikan sebuah Cerpen, pernikahanku dengan suamiku, Satrio Wibowo.
Saat itu pernikahan kami berlangsung sangat sederhana tanpa resepsi. Hanya dihadiri oleh keluarga kedua mempelai dan sahabat-sahabat dekat.
Sesungguhnya Papa menginginkan resepsi di sebuah gedung megah, tapi aku tidak menyetujui keinginannya. Alasannya? Aku tidak tahu.
Satrio pernah berkata bahwa tidak ada yang bisa diperoleh dari suatu resepsi pernikahan mewah selain hanya kebanggaan semu.
"Benarkah kehormatan keluarga hanya dipertaruhkan dengan sebuah resepsi pernikahan yang mewah? Kukira tidak." Kata Satrio.
"Coba lihat tidak sedikit sebuah resepsi pernikahan yang megah ternyata hanya diakhiri dengan sebuah perceraian," lanjutnya.
"Aku sendiri tidak menyetujui rencana Papa tapi aku tidak bisa menjawab alasan ketidaksetujuanku. Sebaiknya kamu saja Mas yang mengemukakan alasan itu kepada Papa." Kataku.
"Oke nanti kukatakan kepada Papa. Sebenarnya aku mengerti keinginan Papa. Karena beliau adalah orang terhormat, terpandang di lingkungannya."
"Maka sangat wajar jika beliau ingin merayakan pesta pernikahan putri kesayangannya semeriah mungkin." Ujar Satrio.