Benar aku harus jujur pada usia 15 Tahun Kompasiana, tidak banyak cerita yang bisa aku tulis. Nyaris tidak ada yang bisa menjadikan satu hal untuk menjadi kenangan yang membanggakan.
Selama aku menjadi Kompasianer ternyata hanya menghasilkan tulisan-tulisan sampah yang mungkin sekedar remah-remah yang berserakkan di pojok beranda hatiku sendiri.
Ada 3000 lebih lembaran sampah yang pernah dilihat 2 Juta lebih pembaca dan 27 ribuan komentar, yang mungkin mereka harus kecewa karena artikelnya tidak bermutu.
Namun bagaimanapun, aku sangat yakin Kompasiana adalah "sosok" yang sangat berjasa bagiku karena membuat diriku menjadi abadi dengan tulisan. Kenangan bagi anak-anak dan cucu-cucuku kelak pada saat aku sudah tiada.
Pada menjelang usia 4 Tahun Kompasiana bulan Oktober, aku mendaftar menjadi Kompasianer pada tanggal 4 Mei 2012.
Momen itu juga tepat usia setahun sudah, hari-hari pensiunku sebagai buruh sains pasca panen di sebuah lembaga penelitian tebu.
Penuh dengan kegembiraan aku bergabung dengan Blog Terbesar di Dunia ini. Bagaimana tidak gembira, di sini tempat berkumpulnya para penulis hebat.
Mereka adalah para jurnalis media, mantan Menteri, mantan Wakil Presiden (Bapak Yusuf Kala), para pofesional dari mulai dokter dan para peneliti serta Dosen. Juga para Guru yang produktif menulis dan artikelnya hebat-hebat.
Oleh karena itu sejak bergabung dengan Kompasiana, aku bisa banyak belajar kepada mereka untuk mendapatkan ilmu dengan beragam keahlian yang mereka miliki.
Aku hanya ingin kegiatan menulis di Kompasiana sekedar aktivitas dari seorang pensiunan yang ingin hari-harinya penuh dengan makna.
Saat itu kategori fiksiana menjadi laman favoritku karena di sana aku bisa menuliskan perasaan masa laluku dengan bebas.
Setiap puisiku sengaja aku tulis dengan penuh perasaan hampir sama dengan perasaan saat cinta itu hadir di hatiku.
Begitu pula setiap cerpen aku tulis dengan segenap keharuanku pada masa lalu dalam mengenang sebuah cinta.