Kota Bogor memang pantas dikatakan sebagai kota hujan. Minggu sore di beranda belakang rumah itu, di tengah hujan yang turun dari langit, Anindia masih duduk santai dengan secangkir kopi hitam encer, plus kudapan ringan pisang goreng berbalut keju.
Di depan wanita cantik berusia 30 tahun ini sebuah laptop masih terbuka. Mata indah Si Jelita itu juga masih menatap huruf-huruf pada layar laptop tersebut.
Kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, sampai halaman demi halaman, dibacanya dengan teliti. Gambar, grafik lengkap dengan keterangan yang tertera di sana, dicermati dengan seksama.
Draf Tesis ini ingin dirampungkannya sehingga pekan depan sudah bisa bertemu untuk konsultasi dengan Prof. Dr. Hendarno Susanto. Tinggal satu tahap ini studi S3 nya bisa dirampungkan dengan target lulus akhir tahun ini.
Hujan masih turun tetapi hanya tinggal menyisakan gerimis tipis. Udara dingin nan sejuk menyentuh pori-pori kulit putih wanita cantik berdarah Sunda ini.
Anindia masih duduk khusyu di beranda belakang rumah itu, memandang titik-titik hujan yang jatuh ke Bumi. Pikirannya meneranwang ke belakang beberapa tahun yang lalu.
Banyak yang diingat oleh Anindia, baik peristiwa maupun sosok-sosok penting yang sempat hadir di hatinya. Sahabat-sahabat pada masa SMA lebih banyak meninggalkan kenangan indah bagi Anindia.
Renata Utami, adalah sahabat Anindia yang juga adik bungsu Prasaja Utama. Bagi Anindia sosok Renata adalah tempat curhat semua perasaannya. Seakan tidak ada rahasia yang disembunyikannya kepada Renata.
Oh tidak, ternyata hanya ada satu rahasia yang hingga saat ini tidak pernah diketahui oleh Renata yaitu cintanya kepada Prasaja. Inilah satu-satunya rahasia besar yang tidak pernah terungkap.