Teknologi pemisahan gula dalam tetes tebu (molasses) dengan cara kromatografi sudah banyak berkembang terutama di luar negeri. Sementara dii Indonesia sendiri, aplikasi dalam program diversifikasi untuk tetes ini belum diminati oleh para pengambil kebijakan.
Harap dapat dimaklumi karena mereka hanya fokus pada produk utama Pabrik Gula yaitu gula pasir. Semua program selalu diprioritaskan untuk meraih target swa sembada gula yang hingga kini belum juga dapat dicapai.
Berbicara mengenai teknologi kromatografi maka cara pemisahan unsur gula yang ada dalam tetes ini memiliki banyak pilihan produk yang akan dihasilkan.
Pilihan pertama adalah untuk memproduksi kristal gula dari fraksi sukrosa dan gula invert dari fraksi gula reduksi sedangkan fraksi non gula dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
Pilihan kedua adalah untuk memproduksi total sirup invert yaitu gabungan fraksi gula reduksi dan sukrosa yang sudah diinversi.
Pilihan ketiga adalah memproduksi kristal gula dari fraksi sukrosa dan memanfaatkan fraksi non sukrosa (Glukosa/fruktosa) sebagai bahan aku untuk fermentasi etanol atau High Fructose Syrup (HFS).
Pilihan ke empat adalah memanfaatkan Total Sirup Invert menjadi HFS.
Diantara empat alternatif tersebut, pilihan ke-4 ini yang paling realistis bisa dilakukan untuk kondisi di Indonesia yaitu memanfaatkan total sirup invert menjadi HFS.
Salah satu hasil percobaan yang telah dilakukan oleh Hongisto dan Heikilla (1977) memperlihatkan data bahwa pada fraksi sukrosa, jumlah sukrosa yang dapat dipisahkan dari komponen lain sebesar 90 persen dari sukrosa dalam tetes asal.
Sedangkan kandungan sukrosa yang dapat dicapai dalam fraksi sukrosa adalah sebesar 89 persen dari total gula yang terkandung didalamnya dan memungkinkan untuk utnuk dapat dikristalkan kembali.