Sudah sebulan sejak Hari Wisuda Program Profesi Apoteker itu, aku tidak bertemu dengan Audray Lin. Ketika aku berkunjung ke rumahnya di kawasan Darmo Permai, aku tidak menjumpai Audray Lin. Tantenya hanya bilang bahwa usai lulus itu Audray sudah kembali ke Jakarta.
BACA JUGA : Petaka di Tengah Hujan Deras
Sudah beberapa kali aku juga menghubungi lewat ponselnya, namun selalu tidak aktif. Aku harus menemui Audray Lin di Jakarta dan aku ingin bertanggung jawab dengan yang terjadi pada malam jahanam itu.
Alamat Audray di Jakarta juga sudah aku dapatkan dari Tantenya. Hanya tinggal mengatur waktu kapan ke Jakarta disesuaikan dengan agenda kerjaku.
Peristiwa malam jahanam itu benar-benar sangat mengganggu perasaan batinku. Dalam keresahan hati yang kacau ini, tetiba terbayang sosok mendiang Diana Faria.
Sudah 20 tahun peristiwa itu berlalu. Diana Faria adalah calon istriku yang harus dipanggil oleh Yang Maha Punya, hanya seminggu sebelum hari pernikahan kami.
Seperti apa cintaku kepada Diana Faria sehingga selama 20 tahun itu aku benar-benar menutup pintu hati rapat sekali. Tidak ada celah sedikitpun ruang. Sungguh bagiku Diana Faria adalah wanita yang tidak akan mudah tergantikan.
Saat itu Diana Faria adalah calon ibu dari anak-anakku. Diana Faria mungkin bukan cinta pertamaku namun saat itu dialah cinta terakhirku.
Malam sebelum kejadian kecelakaan lalu lintas itu aku sempat bersama Diana Faria di Beranda rumahnya. Sekaligus itulah malam terkahir aku berbincang dengannya. Topik perbincangan kami waktu itu adalah tentang anak laki-laki dan perempuan.
"Diana apa yang kau inginkan jika nanti dikaruniai seorang anak?" tanyaku.