Lihat ke Halaman Asli

AKIHensa

TERVERIFIKASI

Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Cerpen | Lamaran

Diperbarui: 22 September 2020   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Foto Kompas.com/Dendi Ramdhani

Kota Bandung di hari Minggu yang cerah itu seakan menyambutku dengan keceriaan. Mumpung ada kesempatan, karena aku sudah lama tidak menengok Ibu.

Terakhir ke Bandung sudah hampir sekitar 7 bulan yang lalu. Niat yang lain tentu saja aku ingin ketemu Kinanti sesuai pesannya kepadaku bahwa Kinanti ingin ketemu untuk sekedar diskusi soal teman Dosennya yang mau melamarnya.

BACA JUGA : Cintaku di Titik Nadir, Benarkah?

Di Bandara Husen itu, aku langsung menuju Pintu keluar dan kulihat Kinanti Puspitasari sudah menunggu.

"Assalaamu alaikum Profesor bagaimana penerbangan Anda cukup nyaman dan menyenangkan? Saya siap menjemput dan mengantar kemana Profesor mau?" Kata Kinanti bercanda sambil tertawa riang.

"Terimakasih Bu Kinan," jawabku sambil membungkukkan badan seperti hormatnya orang Jepang.

Kami berjalan menuju Tempat Parkir yang jaraknya hanya 50 meter dari Teras Utama Bandara.

Kami meluncur ditengah lalu lintas Kota Bandung yang sudah terbiasa macet. Baru masuk jalan Pajajaran saja kemacetan sudah mulai terasa.

Tetapi aku lihat Kinanti sudah terbiasa dengan kemacetan ini seperti halnya aku di Surabaya.

"Sudah biasa Alan tiada hari tanpa macet. Setiap pagi aku berangkat kerja selalu bertemu dengan macet mulai keluar Arcamanik masuk Antapani, Jalan Jakarta sampai Jalan Juanda masuk Ganesha. Inilah Bandung," kata Kinanti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline