Rasanya waktu berjalan begitu lambat walaupun agenda kegiatanku sudah rampung semua. Apakah karena aku bertemu Listya hanya sebentar saja. Suatu hari aku ingin mengajaknya berbincang lebih lama. Ya suatu hari aku harus bercerita tentang Diana Faria. Suatu hari aku harus mengatakan bagaimana perasaanku kepadanya. Ya suatu hari.
Pada akhir pekan ini kembali aku melakukan rutinitas setiap pagi yaitu mencoba menyelesaikan makalah untuk symposium di ITB yang terbengkalai beberapa hari ini sambil menunggu jadwal mengisi kuliah.
Aku menghadapi Laptop yang terbuka, namun mataku justru menatap keluar melalui jendela yang lebar di hadapanku yang kacanya terbuka. Ruang kerjaku memang tanpa batas dinding tembok. Dari meja kerjaku bisa dengan bebas melihat ke depan melalui jendela kaca. Aktivitas pegawai adminstrasi di ruang kerja mereka bisa langsung dilihat dari arah ruanganku.
Baru saja mengetik beberapa kalimat, ingatanku kembali kepada Daisy Listya. Gadis ini kelahiran Kota Malang dan berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pegawai negeri sipil, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Hal itu pernah diceritakannya padaku.
Walaupun berasal dari keluarga biasa ternyata gadis ini memiliki prestasi akademik yang sangat mengesankan. Dari data yang kudapatkan, IPK, Indeks Prestasi Kumulatif terakhirnya adalah 3.81 dari skala 4. Luar biasa.
BACA JUGA : Harapan Kandas Dosen Jomblo
Sejak selesai kuliah di semester tujuh, Listya mengajukan permohonan kepadaku untuk menjadi dosen pembimbing skripsinya. Sehingga pada semester delapan ini, Daisy Listya sudah menjadi mahasiswi bimbinganku yang sedang menyelesaikan skripsi S1 nya. Bagiku sangat membahagiakan karena semakin sering bertemu dan berbincang dengan Listya, gadis yang sangat kukagumi.
Suara ketukan di pintu ruang kerjaku membangunkan lamunanku. Entah sudah berapa lama aku melamun tentang Daisy Listya sementara jari-jariku terpaku tak bergerak di atas keyboard laptop merk Jepang itu.
"Assalaamualaikum Prof," terdengar suara lembut yang sangat akrab di telingaku. Di ambang pintu terlihat Listya berdiri sambil tersenyum. Gadis itu cantik sekali dan bukan kecantikan yang biasa. Ya Tuhan. Apakah seperti ini wujud bidadari yang ada di surga? Aku terpana menatap Listya sambil tersenyum.
"Waalaikumussalaam warohmatullahi wabarokaatuh," aku menjawab salamnya sambil mencoba mengendalikan detak jantungku yang berdetak dua kali lebih kencang.