"Hensa, aku pamit duluan ya," suara Alan Erlangga berpamitan kepadaku sambil menepuk bahuku. "Aini titip jejaka yang lagi patah hati ini, " seru Alan kepada Aini Mardiyah kemudian ia meninggalkan kami di Laboratorium Kimia itu setelah mengucapkan salam.
"Jangan khawatir Alan. Aku siap mengawal jejaka ganteng ini agar segera 'move on' !" Kata Aini sambil tersenyum kepadaku.
Baru aku sadari ternyata gadis cantik berjilbab ini begitu manis senyumnya. Baru aku sadari pula sejak aku berpisah dengan Erika, Aini selalu hadir disetiap kegalauanku.
Mungkin sudah seharusnya kini Erika Amelia Mawardini sudah menjadi bagian dari masa laluku.
"Hensa mari kubantu merapihkan berkas-berkas laporan praktikum ini agar kita lebih cepat pulang, " suara Aini sambil mengambil dan merapihkan kertas-kertas laporan yang berserakan tersebut.
"Terima kasih Aini!" kataku.
Aini sudah biasa mampir di laboratorium kimia ini seusai dia menyelesaikan percobaan penelitian skripsinya di laboratorium instrument yang tempatnya persis ber-sebelahan.
Aku dan Aini sore itu akhirnya meninggalkan laboratorium menuju tempat parkir. Aku menuju tempat dimana motorku diparkir sementara Aini menuju Honda Jazz hitamnya. Kami meninggalkan halaman parkir menggunakan kendaraan masing-masing.
Baca Juga : Tangga Perpustakaan Kampusku
Kini sudah menjadi fakta bahwa Erika memang ditakdirkanNya bukan untuk menjadi teman hidupku. Dia ditakdirkan untuk menerima keinginan orang tuanya bertunangan dengan anak sahabat ayahnya. Perjodohan antara sahabat lama untuk anak-anak mereka.