Pemerintah sudah sering kali menekankan betapa pentingnya memulai untuk melakukan pengembangan energi alternatif sebagai upaya mengurangi dan bahkan menghilangkan ketergantungan terhadap energi fosil.
Penggunaan BBM dari bahan fosil sudah harus ditinggalkan karena sumbernya tidak terbarukan. Oleh karena itu dalam beberapa tahun ke depan, cadangan dan produksi minyak bumi berbahan baku fosil semakin menipis. Sementara itu kebutuhan BBM justru semakin meningkat.
Direktur Pemasaran Pertamina, M. Iskandar mengatakan bahwa total konsumsi semua produk BBM pada semester pertama tahun 2017 sudah mencapai 32,6 juta kilo liter.
Sementara itu realisasi konsumsi pada semester I/2016 sebesar 31,7 juta kilo liter untuk semua produk BBM. Dari sisi tren produk BBM, kini porsi konsumsi premium hanya sebesar 42,4% dibandingkan dengan jenis gasolin lain seperti pertamax, pertalite dan pertamax turbo secara total seperti dilansir Bisnis.com (16/8/2017).
Perlunya dikembangkan inovasi enersi alternatif yang terbarukan adalah karena alasan meningkatnya konsumsi energi fosil diperkirakan sebesar empat persen per tahun.
Beberapa hal diketahui sebagai penyebab adalah semakin meningkatnya jumlah kendaraan, industri dan pemakaian energi rumah tangga yang juga memperlihatkan kecenderungan meningkat tajam dari tahun ke tahun.
Selain itu perlunya mencari inovasi enersi terbarukan adalah belum tersedianya sumber energi alternatif pengganti BBM yang memadai dan belum diketemukannya sumur-sumur minyak baru sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Karena itu pula Pertamina harus mengimpor BBM jenis premium sebesar 12 juta kiloliter per tahun dan jenis solar sebanyak 3 juta kiloliter per tahun. Impor ini sangat membebani APBN.
Semua itu adalah faktor-faktor penting yang sudah sejak lama diketahui sehingga harus dilakukan kebijakan sektor BBM (Pusat Studi Enersi UGM, pse.ugm.ac.id, 3/1/2012).
Maka wajar jika saat ini sudah mulai terdengar wacana berkumandang untuk segera melakukan upaya beralih dengan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif.
Pabrik Gula memiliki bahan baku yang melimpah untuk pembuatan bioetanol. Indonesia sudah memulai untuk memproduksi bahan bakar yang berasal dari nabati sejak berpuluh tahun lalu.