Belum lama ini ada rapat di DPR mempertemukan para direktur perusahaan bergerak dibidang sebut saja "A". Yang terjadi dalam rapat adalah para direktur tidak bisa berbahasa Indonesia. Ada apa dengan negeri ini? Apakah memang sudah tidak ada para owner yang bisa berbahasa Indonesia. Apakah semua perusahaan dimiliki asing? Kemana para orang kaya Indonesia?
Memang harus diakui yang berani modal adalah asing tapi pada saat rapat di DPR apakah mereka lupa bahwa para direktur harus bisa berbahasa Indonesia? Apakah jangan-jangan semua perusahaan penting atau berperan ekspor dipimpin para direktur asing? Apakah ini bentuk penjajahan baru?
Banyak hal sudah mulai muncul seperti ini di berbagai bidang. Diharapkan pemerintah untuk aktif meminta agar semua perusahaan yang ada di Indonesia wajib memiliki direktur yang harus bisa berbahasa Indonesia. Ini harus segera diputuskan mengingat di luar Indonesia mulai terjadi resesi.
Sementara di Indonesia mulai terjadi PHK besar-besaran di pabrik-pabrik. Owner smelter yang tidak bisa berbahasa Indonesia akan menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan bisnisnya. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi di Indonesia, dan menjadi komunikasi utama antara pemilik bisnis, karyawan, dan pihak berkepentingan lainnya. Tidak bisa berbahasa Indonesia dapat menghambat proses komunikasi, negosiasi, dan kerjasama dengan pihak lokal.
Semoga hal ini bisa menjadi pembelajaran terutama para owner perusahaan untuk merekrut direktur yang bisa berbahasa Indonesia. Sehingga bila ada rapat di DPR tidak ada perdebatan lagi mengenai bahasa. Bila perlu ada aturan khusus untuk perusahaan agar mengadakan direktur yang bisa berbahasa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H