Kontroversi istilah informasi merupakan manipulasi data telah menjadi bahasan pinggir jurang. Memang jika data disajikan begitu saja, memungkinkan terjadi persepsi dengan gaya bebas. Saya membayangkan apabila ada data S=2; I= 18; A=0 jml=20 dalam sebuah Kelas di sebuah sekolah. Sebenarnya pada data terlihat sakit 2 anak yang ijin 18 anak dan yang membolos tidak ada. Namun apakah pembacaan data yang mengakibatkan kelas ditutup hanya berhenti disitu saja? Jawabannya ya jelas tidak. Pasti akan dipersepsikan dengan multitafsir. Mari sekali lagi membayangkan 18 dari total 20 siswa anak izin, ini merupakan potensi multitafsir. Disinilah letak perlunya informasi dalam kasus ini yang menyebabkan kelas tersebut menghentikan proses pembelajaran. Sekarang mari kita melihat fakta dari data tersebut. 2 siswa sakit dikarenakan telah terkonfirmasi positif covid dan 18 yang lainnya izin tidak mengikuti pembelajaran dikarenakan sedang menjalankan covid tracking yang belum jelas apakah positif atau negatif. Sehingga data harus dimanipulasi/ditransformasikan dari simbol-simbol sehingga memiliki nilai guna. Maka obrolan panas kali ini adalah pada saat ada kegiatan pembuatan informasi dan terselip kata manipulasi ..... Wuuuaaah baratayuda terulang kembali, padahal manipulasi dalam definisi informasi telah melekat sejak informasi tersebut didefinisikan. Kalau begitu manipulasi masih dikatakan haram dalam informasi .... Piye masseeh ... salam satu jiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H