Lihat ke Halaman Asli

Henry Praherdhiono

Teknologi Pendidikan

Merajut Kesepahaman Demi Melayani Asa Mahasiswa dalam MBKM

Diperbarui: 9 November 2021   03:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semangat Anggota APS-TPI membangun kesepahaman kurikulum

Merdeka Belajar Kampus Merdeka bukan sekedar jargon dalam target yang tertuang dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi. Disadari atau tidak MBKM telah mengubah arah kebijakan proses belajar dan pembelajaran pada perguruan tinggi di Indonesia. Perubahan yang paling mendasar adalah adanya pola untuk mencari kesepahaman. Sebelum MBKM menjadi IKU banyak seremonial bentuk kerjasama bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, seiring bergulirnya program MBKM perguruan tinggi mulai serius dalam mencari kesepahaman khususnya dalam bidang pendidikan. Praktik pertukaran mahasiswa merupakan kesadaran bersama bahwa program MBKM memiliki visi yang ideal bagi layanan perbedaan kebutuh mahasiswa secara personal. 

Asosiasi Program Studi Teknologi Pendidikan Indonesia (APS-TPI) berupaya membangun kesepahaman secara makro. Pada workshop kurikulum APS-TPI di bandung, tanggal 26-28 Oktober menyatakan bahwa disparitas perguruan tinggi menjadi permasalahan dalam MBKM. Perbedaan terjadi bukan hanya karena perbedaan usia perguruan tinggi, geografi dan demografi semata, namun terjadi karena perbedaan visi dan misi perguruan tinggi yang menjadi landasan fundamental. Kesepahaman kurikulum Teknologi Pendidikan menjadi sangat strategis dalam membangun layanan keberagaman kebutuhan mahasiswa. Kurikulum tidak harus sama, namun kesepahaman bagaimana keberagaman kurikulum di Teknologi Pendidikan (TEP) dapat dimanfaatkan untuk melayani mahasiswa. APS-TPI sebagai asosiasi memiliki peran penting untuk memantik kesepahaman dalam skala Makro.

Semangat TEP UM dan UNNES

Disparitas yang menjadi momok dalam MBKM pertukaran mahasiswa sebenarnya cukup diselesaikan dengan kesepahaman. Apapun teori pengembangan kurikulum intinya adalah untuk pengembangan performansi mahasiswa, namun akan menjadi rumit manakala perguruan tinggi masih setia dengan ego sektoral. Klaim yang berlebihan terhadap keunggulan kurikulum masing-masing perguruan tinggi menjadi duri dalam kolaborasi layanan mahasiswa. Keterbukaan dan saling menyadari kekurangan menjadi kunci dasar kesepahaman. MBKM disadari menjadi jembatan penyeimbang adanya disparitas perguruan tinggi.

Bukannya tanpa cela, program MBKM masih menyisakan pekerjaan rumah berupa konversi matakuliah. Kebanggan mahasiswa salah satunya adalah matakuliah yang tertulis di transkrip sebagai bukti pengambilan kegiatan dan perkuliahan baik di luar prodi maupun di luar universitas. Kebanggaan mahasiswa dalam MBKM harus tertunda, manakala nama matakuliah yang ditempuh dalam MBKM harus rela diubah dan dinamakan sebagai matakuliah yang ada di jurusan masing-masing. Konversi matakuliah menjadi kelaziman dalam MBKM. Sehingga kurikulum menjadi objek yang pertama dilabrak oleh MBKM. Kesepahaman TEP Universitas Negeri Malang (UM) dengan Universitas Negeri Semarang (UNNES) menjadi pintu MBKM pertukaran mahasiswa dalam kesepahaman pelaksanaan hingga konversi. Konversi akan menjadi hal yang tersulit manakala tidak ada keterbukaan karakteristik matakuliah.

Jurusan dan Program Studi sebagai satuan pelaksana teknis MBKM terus mengharapkan bahwa meningkatnya semangat kesepahaman makro dan mikro dapat dimbangi oleh dukungan kebijakan MBKM. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai fasilitator dan regulator, menjadi tumpuan perguruan tinggi dalam kebijakan terutama dalam sistem konversi matakuliah MBKM. Fleksibilitas matakuliah yang tertulis dalam transkrip membutuhkan dukungan kebijakan. Dukungan tersebut akan menguatkan kesepahaman-kesepahaman baik makro dan mikro yang dibangun oleh jurusan dan program studi. Rasionalnya adalah keberagaman kebutuhan mahasiswa selayaknya mendapatkan apresiasi terbaik dengan memberikan artefak pada transkrip. Tidak ada gading yang tak retak, hanya perlu kesepahaman bersama untuk melayani perbedaan kebutuhan mahasiswa sembari menunggu hilangnya badai konversi matakuliah. Walaupun telah melakukan kesepahaman, namun jurusan dan program studi membutuhkan dukungan kebijakan untuk menjadi garda terdepan pelaksanaan teknis MBKM. (Salam satu jiwa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline