Lihat ke Halaman Asli

Heboh Alqur’an Raksasa yang Akan Dibakar

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14227136771702214489

Oleh : Henri Nurcahyo

[caption id="attachment_348901" align="aligncenter" width="560" caption="Foto: Surya/Anas Miftakhudin"][/caption]

Beberapa waktu yang lalu diberitakan ditemukan sebuah Alqur’an berukuran raksasa di Porong, Sidoarjo. Mushaf tersebut ditemukan awal Desember 2014 di desa Glagah Arum, Kec. Porong, Sidoarjo, berukuran 120x200 cm, berat 100 kg lebih dengan tebal 478 halaman. Menurut pemiliknya, benda itu tiba-tiba jatuh di kamarnya. (Baca)

Hari Kamis (29/1/15) beredar berita bahwa “MUI Siap Bakar Alquran Raksasa” (Harian Pagi Surya, Kamis, 29 Januari 2015). Berita yang sama juga beredar di media daring (online). Keesokan harinya (Jum’at 30/1/15) berita tersebut berlanjut lagi di koran yang sama dengan tambahan pernyataan dari NU, Muhammadiyah dan Anshor. (baca juga)

Menurut MUI, terdapat banyak kesalahan pada ayat dan harakatnya. Lebih fatal lagi, katanya, ada indikasi untuk mencari keuntungan pribadi. Dalam rapat MUI dengan Forpimka Porong dan Bagian Kesra Pemkab Sidoarjo, diputuskan bahwa Alqur’an itu akan dibakar di pendopo Kabupaten Sidoarjo. Pertimbangannya, kesalahan yang ada dalam mushaf tak bisa ditolerir lagi.

Dalam rapat tersebut juga diketahui, bahwa asal mula Alqur’an itu ternyata bukan jatuh dari plafon rumah sebagaimana pengakuan pemiliknya, melainkan dibeli dari seseorang. Rapat menyimpulkan, ada unsur penipuan dengan maksud untuk mencari keuntungan pribadi.

Sehubungan dengan hal itu dengan ini saya menyampaikan tanggapan sebagai berikut:

1. Secara dini perlu ditegaskan, bahwa saya sama sekali tidak bermaksud menyalahkan pihak MUI Kabupaten Sidoarjo, NU, Muhammadiyah, Anshor dan juga para Ulama yang terhormat. Sebagai institusi keagamaan, saya dapat memahami sepenuhnya bahwa MUI bersikap demikian. Barangkali dalam rapat tersebut tidak ada pihak yang menyuarakan hal ini dari sisi yang berbeda. Dan saya akan menyampaikan pendapat dari sudut pandang yang berbeda itu. Sebelumnya, mohon maaf kalau saya keliru. Ini hanya sekadar sumbang saran.

2. Terlepas dari asal usulnya benda tersebut, saya berpendapat bahwa Alqur’an raksasa itu adalah sebuah manuskrip yang menarik, eksklusif dan langka. Perlu passion dan kerja keras untuk dapat menyelesaikan karya setebal ratusan halaman itu. Tidak sembarang orang mampu melakukan pekerjaan yang sulit ini. Saya sangat menghargainya sebagai sebuah karya seni yang artistik, apapun kualitasnya. Dalam kesenian, karya ini termasuk Seni Kaligrafi. Disamping itu, benda ini adalah ini adalah artefak filologi yang layak dijadikan bahan kajian dan penelitian.

3. Saya juga memahami bahwa MUI sampai mendatangkan beberapa tenaga ahli (penghafal Alqur’an) untuk mengoreksi dan menelitinya. Namun yang juga perlu diketahui, bahwa saat ini banyak sekali Alqur’an yang ditulis dengan tangan. Menurut buku “Katalog Naskah Kuno di Jawa Timur” (Balai Bahasa Jawa Timur, 2014) sudah ditemukan sebanyak 90 (sembilan puluh) Alqur’an tulis tangan yang tersimpan di beberapa museum di Jawa Timur, sebagian besar tersimpan rapi di Museum Mpu Tantular Jatim, selebihnya ada di Museum Kraton Sumenep, dan perseorangan. (Silakan dicek sendiri dan ditanyakan Kepala Museum Mpu Tantular). Pertanyaannya, apakah selama ini MUI juga sudah meneliti manuskrip yang (minimal) tersimpan di museum Mpu Tantular tersebut? Maaf beribu maaf, saya meragukan hal ini. Kalau toh sudah, mengapa tidak ada semacam sertifikat (atau apalah namanya) bahwa Alqur’an tulis tangan itu sudah lulus uji dari MUI? Kalau toh dianggap salah, apakah juga perlu dibakar?

4. Saya berusaha memahami kekhawatiran MUI bahwa Alqur’an yang banyak salah ini akan meresahkan masyarakat dan semacamnya. Tetapi yang perlu dipertimbangkan, bahwa Alqur’an ini adalah benda satu-satunya, murni buatan tangan, bukan hasil cetakan pabrik sehingga tidak beredar luas di masyarakat sebagai bahan bacaan dalam jumlah banyak. Jadi, tidak beralasan kalau akan menyebabkan keresahan karena kesalahan-kesalahan penulisan, sebab masyarakat tidak mungkin akan membaca benda sebesar itu. Mereka hanya melihatnya sebagai barang unik dan menarik saja. Jangan samakan benda ini dengan barang cetakan pabrik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline