Lihat ke Halaman Asli

Podcast Jurnalistik: Bukan Sekadar Nyaman Didengar, tetapi Harus Taat Aturan

Diperbarui: 22 Oktober 2023   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: 123rf.com 

Hadirnya new media berbasis internet membuat banyak media pers nasional ternama berlomba-lomba untuk membuat inovasi konten atau produk jurnalistik yang up to date. Salah satunya podcast atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan siniar. Istilah podcast sendiri pertama kali dikemukakan oleh seorang jurnalis bernama Ben Hammersley tahun 2004 yang menyebut kata podcast sebagai singkatan dari play on demand and broadcast (Muslimah, 2022, h.19). 

Gambar 1. Ben Hammersley. Sumber: aurumbureau.com

Podcast memiliki beberapa keunggulan. Pertama, sifatnya yang fleksibel untuk didengarkan. Dengan kata lain, audiens aktif dan bebas untuk menentukan waktu dan lokasi mendengar podcast tersebut. Kedua, biayanya yang relatif murah. Dalam hal ini, bahkan pendengar bisa mendengarkannya secara cuma-cuma alias gratis di beberapa platform ternama seperti yang sudah familiar yakni Spotify, Apple Podcast, Google Podcast, Soundcloud, NOICE, dan masih banyak lagi. 

Eksistensi podcast di Indonesia pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut Pahlevi (2022), pada kuartal III tahun 2021, pendengar podcast di Indonesia mencapai 35,6% dari total pengguna internet dengan rentang usia antara 16-64 tahun. Artinya, pendengarnya ini adalah generasi millenial (1981-1986) dan Gen Z (1997-2012). Hal ini tentu mengejutkan karena ternyata bangsa kita hanya kalah dari Brazil yang menduduki posisi pertama dengan hasil persentase sebesar 37%. 

Bukan tanpa alasan media pers nasional merambah masuk ke dunia podcast ini. Menurut Hasya (2023), sebesar 31% gen Z di Indonesia suka mendengarkan podcast tentang topik berita dan politik. Persentase ini menduduki peringkat kedua pasca komedi (64%) tentang kategori topik podcast yang paling disukai di Indonesia. 

Pada posisi ketiga, terdapat topik tentang sosial budaya yakni sebesar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa ada peluang ekonomi yang sangat besar jika kita kaitkan dengan konteks jurnalisme masa depan di Indonesia. Pasalnya, mayoritas pendengar itu menyukai podcast bergenre berita dan politik serta sosial budaya sesuai hasil riset di atas. 

Potret Podcast Berbasis Pendekatan Jurnalistik di Indonesia

Gambar 2. Podcast. Sumber: riverside.fm

Berbicara tentang jurnalisme masa depan di Indonesia, podcast dinilai bisa menjadi warna baru dalam variasi konten produksi jurnalistik. Tidak hanya tersaji dalam bentuk tulisan, kini produk jurnalistik pun mulai bergeser menjadi audio visual dengan durasi yang relatif singkat. Salah satu bentuknya ialah podcast. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas dari publik sekarang lebih menyukai konten hard maupun soft news dalam bentuk audio visual tersebut. 

Beberapa media di Indonesia yang memiliki podcast diantaranya adalah BBC Indonesia, CNN Indonesia, Kompas, Detik.com, dan TEMPO (Muslimah, 2022, h.20). Masing-masing media ini memiliki jenis topik podcastnya masing-masing. 

Hal yang membedakan podcast ala jurnalistik dengan podcast mainstream lainnya adalah kepatuhan mereka pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers. Dengan kata lain, media-media besar di atas mesti taat pada aturan tersebut. Misalnya, isi kontennya harus cover both sides atau berimbang, sumbernya jelas, tidak mencampurkan antara fakta dan opini, tidak menghakimi, dan seterusnya sesuai regulasi yang berlaku. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline