Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Sih... Kita Tak Pernah Ihlas Saat Orang Lain Butuh Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada seorang teman beberapa hari ini uring2an terhadap pekerjaan kantor. Marah, mangkel, dan perasaan lain yang kesemuanya membuatnya jengkel. Penyebabnya adalah rekan kita yang bertanggung jawab pada tugas tersebut, saat diminta untuk menyelesaikannya hanya berkata ya dan ya. Tanpa mengerjakannya. permintaan serupa tentu bukan satu kali ini saja. Saya pikir bukan sang teman saja yang merasakan seperti itu. Dalam suatu unit kerja manapun hal-hal seperti itu sering terjadi dan dapat kita lihat secara kasat mata dan banyak. Mestinya hal tersebut tidak harus terjadi kalau kita menyadari tugas dan tanggung jawab kita.

Dilain waktu ada seorang teman curhat tentang lamanya mengurus surat-surat di suatu Instansi. Ada saja alasannya, form belum lengkap, belum diklarifikasi pimpinan, belum di paraflah. berbagai alasan yang dibuat yang semuanya secara logika tidak masuk akal, yang akhirnya memaksa kita untuk melakukan sesuatu agar surat dapat selesai tepat waktu.

Pengalaman tidak jauh berbeda dengan cerita diatas. Pada saat kita butuh bantuan teman untuk menyelesaikan suatu urusan yang berkaitan dengan uang, si kawan akan menyampaikan kepada, berapa bagian saya, atau saya minta sekian persen, atau juga saya membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya karenanya saya membutuhkan biaya sekian.  Keadaan ini sebenarnya dapat diterima. Kita sebagai pemberi pekerjaan sebenarnya sudah memperhitungkan bahwa pekerjaan yang diberikan kepada kawan/teman tersebut akan memberikan resiko, terutama waktu, tenaga yang akan ia gunakan untuk melaksanakan tugas tersebut. Disinilah sebenarnya keihlasan untuk membantu di pertaruhkan.

Saya teringat Hadist Nabi yang diriwayatkan Al-Baihaki: Allah semakin memperbanyak kenikmatan-Nya kepada seseorang karena dia dibutuhkan orang lain.  Barang siapa enggan memenuhi kebutuhan orang lain berarti dia telah merelakan lenyapnya kenikmatan dirinya.

Ada benang merah yang menarik dari cerita diatas dengan hadist tsb. Seorang teman bercerita, saya sudah menyiapkan uang lelah sebanyak X rupiah untuk saya berikan kepada A untuk membantu/mengurus suatu pekerjaan. namun karena si A tidak ihlas  untuk membantunya maka saya memberinya separuh dari uang tsb.

Mari kita membantu/bekerja Karena Cinta untuk memenuhi kebutuhan orang lain agar Allah Swt memperbanyak. Kenikmatannya Untuk Kita.  Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline