Lihat ke Halaman Asli

Henri Koreyanto

Kuli Kasar

Budaya Wajib Lapor sebagai Warga Baru

Diperbarui: 15 Oktober 2021   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo Gedung Sipil dari Balkon sisi depan UKM LDI ITN Malang 20 Agustus 2006 / Dokumen Pribadi

Paijo memang orang nggak tau diri, enak-enak gibah Dia datang. Walhasil, Mas Bagus pun tak melanjutkan kisah sosok yang tak kasat mata itu. Suatu hal yang tak kasat mata di desaku, lebih populer disebut "memedi" dari negeri lelembut.

Momentumnya nggak pas betul, andaikan Mas Bagus bisa lebih cepat cerita dan tak bertele-tele paling nggak aku bisa tau spot-spot mana saja "memedi" itu berada. Jadi aku bisa antisipasi. Paling tidak aku masih sempet memberi tanda spot tempat angkringan "memedi" itu, yang kelak aku takkan pernah melewati tempat tersebut yang bisa membuat bulu kuduk merinding.

Walaupun aku tampak gagah seperti tokoh pewayangan Krisna, tapi bila sudah malam tiba, doa yang selalu kupanjatkan, agar kiranya Tuhan mengirim sosok hadir di UKM LDI, si Paijo ataupun Mas Bagus. Minimal salah satu'lah di antara mereka.

Kalau dibilang penakut, oh maaf ya, aku tak sekonyol itu. Aku hanya menggunakan kata sinonimnya saja, cuma "bernyali kecil".
Tapi, ya sudahlah, mungkin memang belum saatnya aku tahu tentang hal itu. Sepertinya harus banyak-banyak lihat dari tetangga sebelah cabang video. Kiat cara kuat "bernyali besar sebelum lambai-lambai tangan".

"Luh, Jo! Kok yang pentium 2 dibawa kesini?" tanyaku keheranan
"Mending yang punyamu dulu ae Cak, nanti baru punyaku, kita bawa bertiga sama Den Bagus" jawab Paijo sedikit ngos-ngosan
"Gus kamu yang bawa monitornya ya, biar aku sama Cak Hen yang bawa CPU ke atas." pinta Paijo ke Mas Bagus

Dulu punya Paijo Pentium 2 model tower IBM, terus kubeli karena ada rejeki. Kemudian Paijo upgrade ke Pentium 3 model desktop IBM juga, cuma lebih langsing. Kebetulan Paijo tadi bawa CPU dan monitor balik dua kali, pinjam sepeda motornya Pak Satpam kampus. Kalau Paijo yang pinjam pasti dikasih, karena kebetulan mereka berdua saudara kembar dari nama. Sama-sama bernama Paijo maksudnya.

Namanya CPU built up, kerangka besi semua, sudah pasti beratnya minta ampun. Kami pun bersantai sejenak, sebelum lanjut ambil punya Paijo.

"Haduh, capek Cak, capek" gumam Paijo
"Bernapas dulu Jo, bernapas" kata Mas Bagus
"Ta buatin kopi dulu yo Mas, Jo? Sebelum lanjut" tanyaku
"terserah, terserah," jawab mereka berdua

Tak lama semilir angin pun datang, menambah sejuknya suasana pagi. Mas Bagus menikmati betul dengan secangkir kopi hitam. Aku sendiri duduk di kursi dekat jendela jalusi berhadapan dengan Mas Bagus. Sedangkan posisi Paijo duduk santai dekat pintu masuk. 

"Gus mulai hari ini kita hidupin lagi UKM LDI, yo?" tanya Paijo ke Mas Bagus
"Yo, Gak papa Jo, kalau itu mau mu" jawabnya
"Aku ada rencana itu loh Gus, mading kita sama buletin, diaktifin lagi, gimana?" tanyanya lagi
"Terserah Jo, lagian kan sekarang sudah ada Henri, jadi dia bisa bantu-bantu untuk yang mading" jawab Mas Bagus
"Eidan, jangan diawur kalau ngomong Mas, nulis ae aku nggak ngerti, malah suruh buat mading!" balasku
"Loh, nggak papa toh, nanti aku bantu dikit-dikit kan bisa cak" kata Paijo
"Masalahnya aku nggak punya basic di situ Jo" jawabku
"Halah, yang penting jalan dulu Hen, toh aku yo bantu-bantu juga" kata Mas Bagus
"La terus siapa nanti yang bagian masang-masang di madingnya?" tanyaku
"Kan tinggal masang aja di mading toh, apa susahnya. Itu mading-mading yang di kampus semua nggak dikunci kok" jawab Paijo
"Oke, aku bagian masang pagi aja, kalau yang sore Mas Bagus, oke Mas?" tanyaku sambil dengan kode mata
"Beres" gumam Mas Bagus
"Sik, sik, ada apa ini maksudnya Bagus yang bagian sore?" tanya Paijo kesemua
"Gini luh Jo, Henri tadi penasaran, tanya-tanya soal itu" jawab Mas Bagus
"Hehehe pis Jo, pis" kataku
"Sudah kukira" gumam Paijo
"Tuh anak bajang tuh tanya-tanya" kata Mas Bagus
"ngowos Mas" jawabku
"Kamu udah cerita Gus?" tanya Paijo
"Belum semua" jawabnya
Jiwa penasaranku makin menjadi,
"Siapa sih Jo?" tanyaku
"Gini, di gedung UKM ini, cuma satu yang paling galak, dan dia satu-satunya yang paling primadona. Namanya Sinta" jawab Paijo
"Cantik Jo?" tanyaku, kulirik Mas Bagus senyam-senyum saja
"Nggak ngerti artinya primadona ta Cak" jawabnya
"Oke, oke Jo, paham-paham. Lanjut Jo, lanjut" pintaku semakin penasaran
"Bajunya daster berkerah merah. Seumpama nih, suatu hari nampak kalau bukan baju merah, itu bukan Sinta. Segera lapor aku, berarti warga baru, perlu pendataan ulang" jawab Paijo
"Walah, kalau bisa ya jangan Jo, ngawur" gumamku
"Nggak usah takut, nanti terbiasa kok kayak Bagus, ya nggak Gus?" tanya Paijo ke Mas Bagus sambil cungar-cungir
"Ya, ya, Jo" jawab Mas Bagus senyum-senyum
"Kamu kenal dari mana Jo, sama Sinta?" tanyaku
"Habis wudhu kalau nggak lupa aku, jam 11an. Tau-tau kursi dekat musholla jatuh. Jatuhnya kok aneh. Ta datengin, luh sialan ada cewek baju merah, cantik sih, tapi pucet." kata Paijo, lanjutnya "Waktu aku datengin dia sinis. Aku bilang sama dia, jangan cuma kursi woe, meja tu jatuhin juga, sekalian mobil kijang kotak itu, punya temen-temen mesin"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline