Bukan hanya sekali aku mengalami pengusiran selama menjadi mahasiswa di kota Malang. Terhitung sudah dua kali aku mengalaminya. Pertama, saat masih kos dekat Masjid. Kedua saat tinggal di Masjid sebagai delegasi dari UKM LDI. Itu pun pengusirannya terskenario rapi dengan disutradarai oleh Paijo, didukung aktor kawakan UKM LDI yang diperankan sangat ciamik oleh seorang yang bernama Mas Bagus.
Dan tak meninggalkan kesan luka di hati, akan tetapi, selalu teringat sepanjang masa. Masih jelas kuingat akting Mas Bagus seolah-olah lugu, yang kata orang-orang "Injih monggo, Injih dereaken sugeng tindak" terkesan memukau seperti artis jebolan Hollywood bila di lihat dari lubang sedotan es teh.
Wajah Paijo yang cungar-cungir nggak jelas tanpa ada rasa dosa sedikit pun kepadaku, seolah dalam hati berkata "kapan lagi bisa ngerjain kamu cak," prank yang membuatku bertekuk-lutut di hadapan Pak takmir Masjid, menunjuk diriku agar segera angkat koper seperti penyanyi yang gagal mendapatkan suara via 'reg_spasi_nama' ketika audisi.
Mas Bagus adalah orang pertama yang menyapaku ketika sudah tak ada lagi tempat untuk berkeluh kesah saat selesai ospek (baca catatan cerpen: Berawal dari Sini). Dia yang selalu menemaniku bila harus sendiri di UKM LDI saat malam hari. Maklum gedung UKM saat itu terkenal angker, agar tak merinding prematur lebih baik kubahas keangkerannya di catatan berikut, berikut, berikutnya lagi.
Kamis pagi itu, setelah kejadian pengusiran, di kursi dekat Balkon sambil menikmati suasana pagi nan sejuk. Aku berbincang santai bersama Mas Bagus.
"Paijo kemana Mas, kok nggak kelihatan?" tanyaku
"Dia bilang mau ke kos dulu Hen, ambil CPU untuk dibawa ke UKM" jawab Mas Bagus
"Luh kok nggak cerita sih Paijo gemblung" kataku sambil guyon
"Biasa toh, kayak gitu senengannya Paijo, Hen." gumam Mas Bagus, melanjutkan "Diem-diem, tau-tau datang, tau-tau hilang, datang lagi bawa jajan, bawa makanan, hidup kok bahagia betul"
"Kayak jaelangkung ae Paijo ini" gumamku