Komunikasi adalah suatu aktivitas manusia yang saling berinteraksi antara satu orang maupun lebih, konsep tentang komunikasi tidak hanya berkaitan dengan masalah cara berbicara efektif saja melainkan juga etika bicara. Dalam pandangan agama islam komunikasi memiliki etika, agar jika kita melakukan komunikasi dengan seseorang maka orang itu dapat memahami apa yang kita sampaikan. Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi ber-akhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak alkarimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).
Dalam perspektif Islam, komunikasi mewujudkan hubungan secara vertikal dengan Allah Swt, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah Swt tercermin melalui ibadah-ibadah fardhu (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya.
Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
- QAULAN SADIDA : Pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
- QAULAN BALIGHA: Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
- QAULAN MA’RUFA : Perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
- QAULAN KARIMA : Perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.
- QAULAN LAYINA : Pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.
- QAULAN MAYSURA : Bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.
MEDIA DALAM PERSFEKTIF KOMUNIKASI ISLAM
Berbicara konsep Islam tentang media berarti menelusuri konsep media komunikasi dalam Al-Quran, As-Sunnah dan pandangan ulama sebagai komentator kedua sumber Islam tersebut. Hamid Mowlana menarik teori komunikasi dari kata tabligh yang dikembangkan Ibnu Khaldun. Dari sana terlihat konsep dakwah sebagai komunikasi dalam Islam.
Sementara itu dari tujuan ataupun yang mengarah pada content (isi) dapat ditemukan katakata seperti hikmah, maudzah hasanah, mujâdalah yang ahsan, ya’murûna bil ma’rûf wa yanhawna ’anil-mungkar, qûlû li an-nâsi husna, qaulan sadidan dan lainlain. Dari sudut efek misalnya, terungkap kata yastami’ûna al-qaula wa yattabi’ûna a’hsanahu, wamâ ’alaika illa al-balâgh.
Media selalu berusaha meraih khalayak seluas mungkin demi bisnis. Karenanya, programprogram siaran yang mereka tampilkan cenderung mengabaikan programprogram yang sebenarnya penting seperti program pendidikan dan moral. Ketidakseimbangan siaransiaran tersebut pada akhirnya akan merugikan semua pihak sebagai sebuah bangsa.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pesan dari siaran tersebut berperan untuk memanipulasi kekaburan simbol dalam aktifitas yang tak hentihentinya mencipta dan mencipta kembali makna yang lambat laun akan merusak sendisendi kehidupan manusia. Media mengisyaratkan bahwa content tahayul, pornografi, kekerasan menjadi simbolsimbol aktifitas terpenting manusia bahkan tabloid atau majalah khusus yang diperuntukkan untuk remaja, memuat cerita di sekitar perilaku seksual para bintang yang menjadi tokoh utama tiap edisinya. Maka bisa dibayangkan dampak yang terjadi akibat tampilan media.
Begitu kuatnya pengaruh tayangan dan program media terhadap pembentukan pola hidup dan menjadi kebutuhan masyarakat ini kemudian menimbulkan stigmastigma bahkan nilai baru yang dianut di masyarakat umum. Kehidupan dalam sebuah cerita sinetron seolaholah menjadi realitas kehidupan yang harus diikuti oleh masyarakat. Pada intinya, masyarakat dituntut untuk terlibat secara emosional ketika merespon tayangan program reguler media maupun iklan daripada mengajak mereka untuk berpikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H