Ikatan cinta sepasang insan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Mahligai rumah tangga yang awalnya terlihat indah bisa menjadi hambar, bahkan mungkin menakutkan.
Ketika pasangan tidak bisa lagi mempertahankan hubungan mereka, meskipun telah meminta bantuan ahli, pilihan terbaik adalah berpisah. Perpisahan suami istri tidak akan gampang dilakukan, apalagi jika ada memiliki anak.
Anak-anak adalah pihak yang paling menderita akibat perpisahan orang tua mereka. Namun begitu, tidak bijaksana juga membiarkan anak berada dalam situasi yang tidak harmonis akibat hubungan yang sudah rusak.
"Setelah Orangtua Bercerai"
Itu adalah tema topik pilihan yang kali ini diangkat Kompasiana.
Dari pengalaman orang-orang terdekat, perceraian orangtua bisa menjadi luka yang dalam pada diri anak. Orangtua, sebagai pihak dewasa seharusnya lebih bijaksana mencari jalan keluar yang tidak memperburuk keadaan, khususnya bagi batin anak-anak.
Sebagai contoh, suami saya adalah anak yang menghadapi perceraian orangtuanya. Saat itu dia masih anak-anak, usianya di bawah 10 tahun.
Menurut cerita yang saya dengar dari suami, bapak mertua, dan ibu mertua, keadaan saat itu tidak mudah. Ibu mertua saya menjadi ibu tunggal dan tidak menikah lagi. Sedangkan ayah mertua menikah lagi beberapa tahun kemudian.
Seperti umumnya yang terjadi setelah perceraian orangtua, anak di bawah umur tinggal dengan ibunya, kecuali ada pertimbangan lainnya. Suami saya waktu itu tinggal dengan mamanya yang juga merupakan wanita bekerja.
Kerinduan akan papanya tentu sangat besar, apalagi mereka tinggal di kota yang berbeda. Meskipun jaraknya tidak terlalu jauh, dia tidak lagi bisa bertemu dengan ayahnya setiap hari. Ditambah lagi papanya sering tugas ke luar kota.
Dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, serta kemandirian, suami saya bisa pergi sendiri mengunjungi papanya dan menginap pada akhir minggu.