Pukul 6.30 jam beker putri saya berbunyi setiap Senin hingga Jumat. Ini waktunya dia bangun dan bersiap untuk sekolah. Setengah jam sebelumnya saya sudah bangun, membersihkan diri sebelum menyiapkan sarapan.
Lancarkah rutinitas ini? Tidak selalu. Ada kalanya anak saya tidak terbangun saat beker berbunyi. Oleh karena itu, pukul 6.30 alarm di ponsel saya juga berbunyi. Saya akan melongok ke kamar tidurnya jika tidak ada tanda-tanda kesibukan di kamar mandi.
"Aku masih ngantuk, Ma. Boleh tidur 5 menit lagi?" Begitu sesekali putri saya berkata.
Biasanya selalu saya turuti. Saya tahu, ini alasan yang bukan dibuat-buat. Kelelahan ini terjadi pada hari-hari tertentu, saat jam pelajaran yang panjang, kemudian berlanjut dengan kegiatan di luar sekolahnya.
Jam pelajaran di sekolah dimulai pada pukul 7.50 setiap hari. Kebetulan rumah kami tidak terletak di pusat kota, di mana sekolah anak saya berada. Anak saya harus naik bus dan kereta menuju sekolah, begitu juga saat pulang.
Setiap pagi dia harus berangkat dari rumah pukul 7.07 atau 7.08. Bus dari halte dekat rumah berangkat 7.12.
Sebetulnya cukup waktu 3 menit dari rumah kami berjalan kaki menuju halte. Akan tetapi, saya biasakan agar anak saya menyisakan waktu satu sampai dua menit.
Hal ini penting dilakukan, terutama saat winter dengan jalanan bersalju. Jalan di atas salju membutuhkan waktu relatif lebih lama dibandingkan jalanan kering.
Bus selalu berangkat tepat waktu. Telat sedikit harus menunggu bus berikutnya dan risiko terlambat masuk sekolah.
Siswa di sekolah menengah
Saat ini putri saya berada di kelas 10 di salah satu sekolah menengah Gymnasium* yang ada di kota kami.