"Annie Laoshi, mengapa di China umumnya hairdresser itu pria?"
Salah seorang teman di kelas saya bertanya pada guru saat kami membahas tentang budaya dan hal menarik yang kami lihat di China, khususnya Shanghai.
Ucapan Noemie (bukan nama sebenarnya) memang benar. Di China memang lebih banyak penata rambut pria dibandingkan wanita.
"Itu memang pekerjaan laki-laki. Pekerjaan berat karena harus seharian berdiri." Bu guru Annie menjawab pertanyaan wanita dari Belgia itu dengan serius.
"Lagi pula, memang sudah tradisi di China begitu, pemotong dan penata rambut itu memang laki-laki."
Annie Laoshi melanjutkan kata-katanya sebelum menceritakan budaya yang sudah ada turun temurun di negerinya.
Kelas bahasa yang saya pelajari memang bukan kelas dengan fokus mendapatkan sertifikat tingkat kemampuan berbahasa Mandarin hingga level tertentu. Saya memilih kelas khusus untuk orang asing yang ingin mempelajari bahasa sekaligus budaya setempat.
(Ini sekaligus pernyataan bahwa bahasa Mandarin saya tidak meningkat sejak awal belajar.)
Kami banyak membahas tradisi dan kebiasaan masyarakat di China, terutama di kota tempat kami tinggal saat itu. Sesekali kami akan pergi makan bersama menikmati kuliner lokal dan mengunjungi tempat bersejarah yang menarik.
Saya perhatikan, selama saya bermukim di Beijing dan Shanghai, profesi penata rambut memang didominasi oleh pria. Ada juga satu atau dua orang penata rambut dari banyaknya penata rambut di salon kecantikan. Wanita umumnya bekerja di belakang meja penerima tamu, atau tugas lain yang bukan memotong rambut.