Lihat ke Halaman Asli

Hennie Triana Oberst

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling dan budaya

Sepotong Hati yang Tertinggal di Den Haag

Diperbarui: 13 Maret 2022   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepotong hati yang tertinggal di Den Haag | foto: pixabay/RobVanDerMeijden—

Kurapatkan syal di leherku. Sebetulnya aku tidak suka memakai aksesori ini. Ya, terpaksa aku pakai. Bukan ingin tampil lebih cantik dengan kain berbahan campuran wol warna merah marun ini, tapi suhu udara musim dingin yang basah memaksaku melakukannya.

Aku berjalan kembali ke pelataran parkir di seberang penginapan, kameraku tertinggal di mobil. Aku mampir dan memutuskan untuk menginap semalam di kota ini. Hotel ini kupilih karena lokasinya tidak jauh dari pusat kota dan memiliki tempat parkir yang lumayan luas.

Besok aku akan jalan-jalan santai sambil menikmati keindahan kota, sebelum melanjutkan perjalanan ke kota lain. Den Haag pasti terlihat semakin cantik dengan warna-warni dedaunan musim gugur. Ini kali kedua aku mengunjungi kota indah tempat tinggal keluarga kerajaan Belanda.

"Jangan lupa mampir ke sini ya kalau main ke Den Haag." Tante Silvia berpesan waktu kami mengunjunginya beberapa tahun lalu.

Itu pertemuanku pertama sekali dengan putri sepupu kakekku dari pihak ayah. Tante Silvia dulu kuliah di Belanda, kemudian menikah dengan warga setempat dan menetap di perbatasan kota Den Haag.

Ingat pesan beliau, rasanya nggak enak juga jika aku tidak mampir. Aku bisa singgah besok dalam perjalanan menuju kota selanjutnya. Tidak perlu menginap karena aku datang sendirian. Lagi pula aku sering merasa tidak nyaman saat menginap di rumah orang yang tidak terlalu dekat denganku.

Perjalananku kali ini untuk bersantai sepuas-puasnya sebelum memulai kerja di tempat baru bulan depan. Pokoknya, hal-hal yang mungkin menimbulkan rasa tidak enak harus aku hindari. Itulah kenapa aku pilih liburan sendiri ke beberapa kota di negara tetangga. Santai tanpa jadwal yang harus aku kejar. 

Agaknya langit Belanda seharian ini lebih suka berwarna kelabu. Hari menjadi cepat gelap. Angin dingin menerpa wajahku cukup keras, dingin sekali. Daun-daun beterbangan lalu jatuh berserakan menutupi pelataran parkir. Sepi sekali suasana di sini. Kupercepat langkahku meninggalkan parkiran.

"Hey, excuse me."

Tiba-tiba ada suara seorang pria di belakangku. Padahal tadi tidak ada orang yang memasuki pelataran parkir. Kuhentikan langkah dan menoleh ke belakang. 

"Hello. Aku rasa ini milikmu yang jatuh." Seorang pria bergegas menghampiriku dan menyodorkan kartu putih dengan logo hotel tempatku menginap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline