"Jangan sampai magrib pulangnya." Ibu menyahut saat aku pamit mau ke rumah Santi.
Sejak kecil aku selalu diingatkan, saat magrib jangan berada di luar rumah. Pernah aku bertanya pada nenekku, apa alasannya tidak boleh keluar saat magrib.
"Nanti ditangkap lampor." Begitu nenek mewanti-wanti. Ibu pun melanjutkan ajaran yang dia terima dari nenek. Ya, sudah pasti begitu.
Entah seperti apa wujud lampor itu. Nenek bilang itu makhluk halus yang bisa menculik orang. Konon, orang yang selamat dan kembali setelah diculik lampor bisa hilang ingatan, alias gila.
Waktu itu aku tidak banyak tanya. Mana mungkin aku berani melanggarnya. Lagi pula, siapa yang bersedia jumpa lampor dan diculik.
Tapi itu dulu, saat aku masih kecil. Sekarang beda. Aku sudah SMA. Rasa takut luntur, begitu juga percaya akan mitos tentang makhluk halus sudah hilang.
Lampor itu hanya kepercayaan orang dulu. Aku tahu, pasti ada pesan dan maksud baik di baliknya, meskipun kesannya menakut-nakuti. Memang begitulah cara orang dulu menyampaikan nasihat dan ajaran kehidupan.
Menjelang maghrib memang sebaiknya di rumah, berkumpul dengan keluarga. Waktu-waktu ini biasanya orang sudah kembali dari pekerjaan, saatnya makan malam bersama, dan menjalankan ibadah salat Magrib bagi yang beragama Islam.
***
Kulihat Santi duduk di teras rumahnya di tengah halaman yang asri. Ada tugas bersama yang harus kami selesaikan dan diserahkan besok.
Kami putuskan untuk mengerjakan tugas di rumah Santi karena adiknya yang baru duduk di kelas satu SD tidak mungkin dibiarkan di rumah sendirian sore itu