Hampir semua negara Eropa saat ini masih ngos-ngosan memerangi virus corona yang masih ganas, bahkan semakin ganas. Semua lelah, tanpa kecuali.
Setahun terakhir ini, saya perhatikan bagaimana anak saya terpaksa harus belajar secara daring. Saya akui, belajar tatap muka di sekolah adalah yang terbaik untuk anak-anak. Paling tidak bagi anak saya dan teman-temannya.
Pertemuan dengan teman-temannya mau tak mau harus dibatasi. Meskipun ada seorang teman baiknya yang tinggal sekitar 2 km dari rumah kami, tetap saja mereka tidak bisa sering bertemu. Jika berjumpa pun hanya berdua, karena masing-masing orangtua bersikap hati-hati.
Aktivitas olahraga yang diikuti putri saya (bukan kegiatan dari sekolah), setahun belakangan ini harus dilakukan secara buka tutup. Jika angka insiden melebihi 100, maka kegiatan olahraga dihentikan. Semangat pun hilang timbul, mengikuti ganasnya virus.
"Kurungan" yang terus-menerus seperti saat ini berpengaruh besar pada kesehatan mental remaja.
Menurut Prof. Dr. Klaus Hurrelmann (Professor of Public Health and Education di Hertie School), "Perayaan adalah salah satu bentuk ekspresi terpenting dalam fase kehidupan". Perayaan sangat penting untuk pengembangan pribadi. Bertemu dengan teman-teman, memperjelas bahwa mereka berbeda, bahwa mereka adalah generasi muda, dan ini adalah "ramuan kehidupan bagi kaum muda".
"Gangguan dalam perkembangan kepribadian dapat muncul, yang membawa mereka dalam agresi, depresi, bahkan penggunaan obat terlarang." (aktiv-online.de)
Baru beberapa minggu terakhir ini (khusus di kota kami) toko-toko, restoran, dan cafe mulai dibuka kembali. Namun, setiap pengunjung yang akan memasuki tempat-tempat itu harus melakukan tes cepat. Sesekali saya biarkan jika putri saya ingin bertemu temannya dan jalan-jalan di pusat kota.
Orang dewasa lebih bisa memutuskan dan memilih melakukan aktivitas apa untuk mengisi masa lockdown di sini, yang tidak tahu kapan berakhirnya. Tetapi remaja, generasi yang masih labil, lebih sulit menghadapi situasi seperti sekarang ini. Kontak sosial yang hilang memang membawa dampak serius bagi sebagian remaja.
Sejak Juni tahun lalu anak-anak kembali ke sekolah, belajar tatap muka setelah sekian lama belajar dari rumah. Namun, sangat disayangkan, setelah liburan tahun baru mereka harus belajar dari rumah, akibat angka insiden yang semakin meningkat.
Tulisan lainnya: Back to School, Begini Kegiatan Belajar Masa New Normal di Jerman