Salah satu tempat liburan yang sering dikunjungi oleh suami saya adalah pulau Langkawi di Malaysia. Saking sukanya ia akan pulau ini, ia berencana untuk membuka hotel kecil sekaligus restoran di sana.
Tetapi saat itu kami belum dikaruniai anak. Setelah punya momongan, rencana berubah. Ada banyak pertimbangan yang mempengaruhi keinginan dan keputusan kami.
Pada satu kesempatan saat liburan di sana, ada seorang tukang pijat yang membuka usahanya di hotel tempat kami menginap. Seorang pria berumur sekitar 60 tahun, beliau menyebut dirinya Pakcik*.
Suami saya langganan pijat refleksi kaki, sementara saya tidak suka, karena sering merasa geli. Hingga suatu hari saya ingin sekali dipijat. Sambil dipijat, pakcik dan saya berbincang hal-hal ringan.
Tiba-tiba pakcik itu berkata yang membuat saya terkejut. "Kalian belum punya anak ya? Masalahnya ada di anda."
Saat itu usia pernikahan kami sudah beberapa tahun. Kami berdua memang berencana untuk punya anak. Tetapi suami saya pernah mengatakan, seandainya kami tidak berhasil memiliki momongan, kami berdua tetap bisa bahagia bersama.
Lantas, pakcik itu menawarkan, jika saya bersedia, maka dia akan memijat badan saya untuk memperlancar proses kehamilan.
Setelah saya membicarakan hal ini dengan suami, ia pun setuju. Di hari berikutnya saya mendapat pijatan di seluruh tubuh, terutama di sekitar perut. Saya lupa, kalau tidak salah ada tiga kali pertemuan waktu itu.
"Nanti, kalau datang lagi ke sini (Pulau Langkawi), kalian sudah datang bersama anak. Satu saja sudah cukuplah." Pakcik itu berkata pada satu pertemuan.
Pijat yang dilakukan oleh pakcik dari negara tetangga tanah air ini sudah umum kita kenal di Indonesia. Ada istilah yang diberikan untuk pijat ini, dan dikenal secara umum di negara lain, yaitu "fertility massage".