Aku mengenalnya ketika penerbangan lanjutan Singapura - Frankfurt tiba-tiba dibatalkan. Padahal sebelumnya telah ditunda selama tiga jam. Malam sudah mulai larut. Calon penumpang pun riuh rendah menggerutu, termasuk aku.
Koper yang mestinya terkirim ke tempat tujuan terpaksa harus kami ambil. Sebagian penumpang mengerubungi meja petugas maskapai yang ada di bandara. Mereka berharap mengganti jalur perjalanan. Siapapun ingat cepat tiba di tempat tujuan.
Aku tidak punya pilihan lain. Biar saja aku terima dengan lapang dada bahwa penerbangan ditunda hingga esok hari. "Ada gangguan teknis," begitu tadi pengumumannya.
Masih ada beberapa jam lagi sebelum bus yang mengantarkan kami ke hotel tiba. Kami boleh mengisi perut di rumah makan yang tersedia di bandara. Menjelang tengah malam dalam suasana tak menyenangkan seperti ini, selera makan pun hilang.
Aku ambil sekedar roti pengganjal perut dan sebotol minuman.
"Kita duduk di sebelah sana yuk."
Mekati, wanita ramah yang kukenal di penerbangan tadi berkata sambil menunjuk meja di pojok.
Tadi setelah pengumuman diberikan ia terlihat panik dan kebingungan sendiri.
Aku perhatikan dia mencoba mengajak beberapa orang Indonesia berbicara, sepertinya minta tolong.
Ah, kasian, mungkin ini kali pertama dia terbang sendiri. Makanya aku iyakan saja ketika dia mengatakan perlu teman.
"Kamu sendiri ya, wanita yang bersama kamu tadi siapa?" tanyaku ketika kami duduk menikmati makanan.